86 by Okky Madasari
Paperback, 252 pages
Published Maret 2011 by Gramedia Pustaka Utama
Rating 3/5
Who can resist the temptation of money? Why can’t say no to
money? Frankly, I can’t. it doesn’t smell, but people love to kiss it. It’s
tasteless, yet people would lick it as though it were something yummy.
Arimbi, gadis lugu dari desa, merantau ke Jakarta. Bekerja di
pengadilan tinggi sebagai tukang ketik berkas perkara selama 4 tahun tidak
membuatnya makmur. Gajinya tetap pas2an, setiap pulang kampong tiap tahun,
tetap saja tak banyak yang ia bisa pamerkan. Sekeras apapun Arimbi bekerja, tak
pernah ada kelebihan yang berarti. Hingga suatu hari ia menerima satu set AC
yang ia pasang di kamar kos-nya yang sempit. AC bonus ini ia dapat cuma2. Awalnya,
ia merasa kurang nyaman, namun setelah ia lebarkan matanya, lebarkan
telinganya, panjangkan lehernya, tahu lah ia jika bonus ini adalah suatu hal
yang biasa di tempatnya bekerja. Bahkan Arimbi mulai belajar meminta bonus yang
bisa ia lakukan pada para pengacara, jaksa hingga boss-nya sendiri, Bu Danti. Istilah
‘86’ mulai melekat padanya. Semua beres. Semua senang.
Setelah AC, rejeki melimpah mulai Arimbi nikmati. Rejeki lain
berbentuk suami yang setia juga ia terima, suami yang mendukung cara2 sang
istri mencari rejeki tambahan hingga sebuah skandal terungkap yang melibatkan
Arimbi dan Bu Danti. Hidup Arimbi tak berhenti disini, masih banyak hal yang ia
pelajari selama skandal berlangsung. 86 adalah makanan pokok bagi semua pihak, terutama
di dalam pengadilan dan penjara.
Comments:
Sebelumnya, saya sudah banyak mendengar bahwa buku ini
banyak dipuji teman teman blog saya. Saya juga menyempatkan membaca review
teman saya untuk novel ini. Jadi sedikit banyak saya sudah mendapat spoiler
tentang isu yang diusung novel ini. Politik uang dalam pengadilan memang sangat
menjijikkan. Saya cukup bersyukur tidak berada di tempat bekerja dengan
environment serupa. Saya sangat doyan uang, siapa yang tidak? Tapi jika itu
harus seperti yang dilakukan Arimbi, sepertinya dengan kondisi saya sekarang,
saya memilih tidak.
Dan apakah saya setuju buku ini bagus? Saya boleh mengatakan
isu novel ini sangat bagus; mengungkap korupsi di pengadilan negeri. Buat saya
yang awam, sebenarnya saya tahu adanya praktik semacam itu, tapi tak saya
bayangkan juru ketik macam Arimbi pun bisa kecipratan bonus yang sangat
menggiurkan. Gaya bercerita Okky Madasari juga runtut. Sayangnya, dari segi
diksi, saya merasa kurang sreg. Saya bukannya menyukai kalimat bunga2 seperti
yang banyak ditemukan di sastra lama, tapi diksi untuk karya sastra, saya pikir
86 ini terlalu biasa. Mungkin saya sudah
kadung menyukai gaya bahasa Ayu Utami dan Maggie Tiojakin (meski baru baca satu
buku :D ) dan Andrea Hirata (minus kalimat lebay-nya hahaha. Despite his
annoying claim the other day, I like his diction). Ini adalah karya Okky kedua
yang saya baca setelah Maryam. Kesan saya masih sama, isu bagus namun diksi
biasa saja. Terutama untuk pemenang KLA tahun 2012 ini.Bintang 3 untuk isu yang bagus namun predictable ending karena tak mungkin Okky mem-promote gaya hidup Arimbi pada audience. As easy as that. LOL.
Note:’
Posting ini saya sertakan untuk Posting Bareng Sastra
Indonesia bulan Agustus 2013.
hihi, aku malah suka novel inii... terus susah move on XD
ReplyDeleteaku belum ada mood untuk baca buku ini.. entah.. :(
ReplyDelete#Kilas Buku Blogwalking
http://kilasbuku.blogspot.com
Ceritanya mirip2 novel Korupsi yang karya penulsi Mesir itu. Siapa ya namanya, pokoknya terbitan Serambi. Recomended. Ini juga lagi baca 86 minjem punya Vina
ReplyDeleteSaya juga senang baca buku ini karena ceritanya yang runut.. :)
ReplyDeleteaku pengen bacaaa, cari ah :) istilah 86 ini familiar banget pas aku jadi wartawan dulu. even jurnalis juga kecipratan loh! harus kuat iman supaya bisa nolak segala bonus2 dari nara sumber :D
ReplyDeletekalimat bunga-bunga? jenisnya apa aja kak? eh #dipentung
ReplyDelete