THE WOMAN IN BLACK (Susan Hill)
First published in 1983
Into the movie 2012
Terus terang, saya membaca novel terbitan 1983 ini karena
tertarik dengan filmnya yang dibintangi Daniel Radcliff. Namun sayangnya, saya
bukan pecinta film horror. Saya akhirnya hanya memberanikan membaca novel
karangan Susan Hill ini. Dan sebenarnya pula, ini adalah novel pertama
ber-genre horror yang saya baca. Kesannya? Rasanya saya ngga pengen membaca
dengan genre begini lagi. Nyeseekkk bener.
Arthur Kipp, seorang pengacara diberi tugas oleh atasannya
Mr. Bentley untuk mengurus peninggalan rumah beserta surat2nya dari mendiang
Mrs. Drablow. Sosok Arthur yang tidak percaya dengan segala yang berbau
superstitious mengabaikan segala petunjuk yang diberikan kenalan barunya
sepanjang perjalanan menuju Eel Marsh House, rumah hantu milik Mrs. Drablow. Sesampainya
Arthur di tempat, kesan sunyi, secluded sempat menarik hatinya, untuk suatu
hari nanti tinggal bersama tunangannya, Stella. Kesan menarik itu segera sirna
begitu ia pertama kali melihat penampakan perempuan, terlihat sakit, berbaju hitam.
Berteman dengan Spider, aniing betina milik Mr. Daily, Arthur mengalami
kejadian seram beruntun yang nyaris merenggut nyawa keduanya.
Comments:
Entah karena sudah tahu bahwa novel ini adalah ber-genre
horror, maka sepanjang membaca, saya menunggu-nunggu si tokoh utama melihat
penampakan. Saya sendiri mulai tegang ketika Arthur melihat apa yang tidak
dilihat orang lain. Naahh… ini dia hantunya sudah nongol. Maka merindinglah
saya, meski hanya dalam novel. Sepanjang novel, segala kejadian seram yang ditandai
dengan dengkingan Spider dan bulu-bulunya yang tegang, saya serasa ikut melihat
kejadian tersebut (terlalu imajinatif kah saya ini?). saya sekaligus
membayangkan musik2 klasik atau new age yang sering sekali saya dengarkan
mengiringi kejadian seram Arthur ini. Hiiii….
Dari segi penceritaan, Susan Hill berhasil menggambarkan
rumah seram milik Mrs. Drablow, belum lagi dengan hujan badai yang disertai
angin ribut. Dalam trailernya, boneka dan kursi yang bergoyang sendiri
menunjukkan bahwa trailer itu adalah berjenis horror. Dalam novel, Susan hanya
cukup menggambarkan bunyi jejak kuda dengan keretanya serta suara jeritan anak
kecil. Segala kejadian bunyi2an itu selalu diakhiri dengan munculnya sosok The
woman in black, memandang ke luar jendela, memandang Arthur (Hiiiiii… hanya
menulis review begini aja, saya sudah merinding disko)
Dari perbincangan dengan teman saya yang menonton filmnya,
ada sedikit perbedaan di sana sini (biasaalahhh). Dalam buku, Arthur
menceritakan seluruh pengalaman seramnya dalam bentuk flashback. Sebenarnya
sedikit bisa diduga apa yang akan terjadi pada nasib istri dan anaknya, karena
pada awal kisah ia sudah menjelaskan bahwa ia tinggal bersama istri (Esme
dengan 3 anaknya) dengan nama yang berbeda dengan tunangannya yang disebut2
sepanjang novel, Stella. Dalam film,
tidak ada sosok Esme, dan juga Stella dikisahkan meninggal ketika melahirkan
putranya. Perbedaan mencolok terletak pada ending kisah yang mengambil
latar London ini. Sama2 pahit, meski tidak sepahit filmnya. Seseekkk deeh..
Sumpah, filmnya adalah film horror paling oke setelah Kuntilanak. Alias serem abis.
ReplyDeleteTernyata banyak ya perbedaannya. Di film anaknya cuma 1 dan istrinya sudah meninggal. Tapi endingnya sama ga? (you knew what happens to Mr. Kipp in the movie)
Waaahhh.... kok perbandingannya dengan Kuntilanak sih| ihihihi...
DeleteBTW, sejak awal sampe ending, alurnya sdh beda antara buku en film. Di buku, kisah rumah hantunya diceritakan Mr. Kipp secara flashback. Jadiiiii, Mr. Kipp is still alive in the end of the story, tapi membawa traumanya terus sepanjang hidupnya *tetep aja pait ya?*
Belum nonton atau baca bukunya sama sekali.
ReplyDeleteSecara umum bagusan mana, ya?
Ehm.... masing2 ada kelebihan dan kekurangannya. Yang di buku ngga dijelaskan permasalahannya, di film ada. Tapi di film ending lebih bikin shock dibanding bukunya. Overall, semuanya menyeramkan!!! :D
Delete