Harry Potter and The Deathly Hallows by J. K. Rowling
Ebook format, PDF, 631 pages, Bahasa Indonesia
Rating 5/5
Akhirnya berujung juga perjalanan Harry Potter atau Lord Voldemort , menemui
kemenangan atau kematian?
Harry tak lagi meneruskan sekolahnya di Hogwarts di tahunnya
yang ke-7. Dia memilih melakukan tugas yang menjadi wasiat Dumbledore: mencari
Horcrux yang tersebar entah dimana dan berbentuk entah apa. Ditemani Ron dan
Hermione, Harry, sadar bahwa hanya dirinyalah yang akan bisa mengakhiri kejaran
Voldemort sekaligus rezim sihir hitam yang merajalela ini.
Mendapatkan 3 peninggalan dari Dumbledore, Harry dengan
snitch yang ia duga ada sesuatu di dalamnya, Hermione dengan buku dongeng
popular bagi warga penyihir, The Tale of Beedle the Bard, dan Ron dengan
deluminator. Dumbledore memilih mereka untuk memikirkan sendiri masing masing
kegunaan dari peninggalannya tersebut. Sementara para anggota Orde of Phoenix
mengendus rencana terselubung Harry dan sahabatnya untuk pergi mencari horcrux,
namun tak satupun puas dengan jawaban Harry.
Perjalanan penuh onak dan duri selama berbulan bulan harus
dialami ketiga sahabat ini. Berpindah tempat selalu dengan bayang2 Pelahap Maut
yang membuntuti. Ditambah kondisi emosional yang labil dengan adanya satu
horcrux bersama mereka dan berita seputar kehidupan dan kebohongan Dumbledore.
Tak ada yang menyangka kehidupan mantan kepala sekolah Hogwarts ini sebelumnya.
Harry yang banyak menghabiskan waktu bersamanya pun tak pernah sekalipun
menanyakan masa lalu kepala sekolahnya yang ternyata berasal dari desa yang
sama dengan dirinya, Godric’s Hollow.
Dongeng The Tale of The Beedle The Bard tak kalah
menariknya. Campuran antara dongeng dan kenyataan yang telah berlangsung lama.
Kisah 3 bersaudara Peverell yang memiliki Jubah Gaib yang saat ini dimilki
Harry menunjukkan bahwa kisah ini tidak hanya dongeng semata. Masalahnya,
adakah tongkat sihir Elder itu nyata? Diskusi dan perdebatan panjang membawa mereka
ke suatu keputusan bahwa dongeng itu adalah hal yang nyata. Hallows yang
menjadi lawan Horcrux. Entah mana yang akan mampu menaklukan kematian.
Comments:
Awal kisah buku ke-7 ini sedikit panjang dan bikin ngantuk.
Tapi tetap saja tak bisa ngantuk dan tertidur mengingat tebalnya buku ini.
Mencapai 1008 halaman…. Pegel juga tangan saya menopang novel bantal ini. Tak
heran, saya justru tergoda membaca versi ebooknya, meski dengan terjemahan yang
mirip tapi dihiasi beberapa typo yang kadang menganggu tapi dengan tambahan
catatan kaki penerjemahnya yang kadang bikin geli sekaligus manggut manggut hahaha.
Kalau tidak salah, saya membaca buku ke 7 ini sekitar 4 atau
5 kali dengan event hotterpotter ini. Tak heran, masih banyak sekali kejadian
yang saya ingat dengan hangat di kepala. Beberapa hal kecil yang terlupa adalah
bagaimana Peter Pettigrew mati. Yang tetap menarik dan wajib simak karena
sering lupa adalah teori panjang dari Ollivander seputar tongkat sihir. Bahwa
tongkat sihir memilih penyihir, dan kekuatannya akan berpindah begitu si
pemilik terkalahkan. Keingintahuan Harry akan tongkat sihirnya yang bergerak
sendiri melawan voldemort hingga rasa penasaran Voldemort dengan kegagalannya
melawan tongkat Harry. Sangat rumit dan menarik.
Beberapa adegan masih membuat saya bergetar #tsaahh… tentu
saja adegan Hedwig, pengorbanan Dobby, pengungkapan rasa terima kasih Harry
pada peri rumah ini, perubahan haluan peri rumah peninggalan Sirius, Kreacher,
pada Harry, pembelaan teman2 Laskar Dumbledore mengusir Dementor saat Harry
linglung tak mampu mengeluarkan patronus (terutama support dari Luna), pembelaan
Neville dengan teriakan Laskar Dumbledore yang mampu mendatangkan pedang
Gryffindor (merinding saya menulis bagian ini), dan terlebih apa yang terlihat
di Pensieve yang keluar dari pikiran dan kenangan Snape yang tersimpan rapat
selama belasan tahun. Beberapa rekan saya saking percayanya pada Dumbledore tak
pernah membenci Snape meski apapun yang ia lakukan pada Harry selama tahun2 ia
belajar di Hogwarts adalah bentuk kebencian. Sementara banyak antara saya dan
beberapa teman yang lain mempunyai perasaan yang sama, membenci Snape yang memuncak
pada pembunuhan terhadap Dumbledore. Tak pernah disangka bahwa seseorang
sedemikan sinis dan (cukup) semena mena pada Harry mempunyai masa lalu
sedemikan pahit dan menyimpan rahasia sedemikian besar.
Yang cukup melegakan
adalah adegan pertemuan kembali Harry-Dumbledore setelah ‘kematian’ Harry.
Banyak pertanyaan yang semula menjadi pertanyaan Harry (dan juga saya)
terjawab. Sejumlah mengapa dan bagaimana terjawab tuntas. Saya lega. Demikian
juga dengan dialog panjang sebelum duel maut Harry-Voldemort yang sayang, tak
ditemukan di versi filmnya. Padahal
disini semua teori rumit tongkat sihir yang tak pernah bisa dimengerti
Voldemort, tentang pengungkapan siapa Snape, dan masih banyak lagi diungkapkan.
Sebagai gantinya adalah duel yang mirip duel muggle yang mampu sedikit sihir
disini: tinju, dan guling2. Duh, saya justru mengharapkan duel mantra mematikan
Avada Kedavra beradu dengan mantra pelucutan yang dipelajari Harry di tahun
keduanya di Hogwarts: Expelliarmus! Lebih dramatis action-nya sih, hanya esensi
emosinya nyaris tak ada di film, selain lakon pasti menang di akhir. Hanya,
jika saya bayangkan, dialog panjang sebelum duel sepertinya agak mengganggu
mood bertarung yang sudah diujung tongkat. Mereka yang tidak mengikuti bukunya
akan komentar: mau tanding aja ngobrolnya lama bener. Dan ketika saatnya
bertarung, hanya satu mantra yang keluar. Kurang seru kali ya? Hahaha… Buat
saya sih, tetep buku yang lebih seru meski hanya dengan satu mantra.
Overall, saya sangat menikmati re-read Hotterpotter ini
meski saya pikir, saya butuh lebih lama lagi jeda re-read-nya dengan waktu
terakhir saya membaca hingga banyak hal yang terlupa. Efek kejutnya sedikit
hilang karena masih banyaknya hal yang masih saya ingat hahaha… Saya yakin 5
tahun lagi, jika ada event serupa, saya pasti akan ikut. :D
0 Response to "Harry Potter and The Deathly Hallows by J. K. Rowling"
Post a Comment