Looking For Alibrandi – Mencari Jati Diri by Melina Marchetta
Paperback 325 pages
Published July 2004 by Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Monika Dwi Chresnayani
Rating: 4/5
Agama, budaya, kebiasaan adalah hal yang tak bisa dilepas,
dimanapun kaki melangkah…
Josephina ALibrandi, remaja temperamental 17 tahun, selama
hidupnya harus beradaptasi dengan keadaan sosialnya yang cukup rasis. Josie lahir
dari ibu Italia dan tumbuh besar di Australia. Secara fisik, dia adalah seorang
Aussie, namun secara adat budaya, dia adalah seorang Italiano. Nonna—neneknya,
dan ibunya mengajarkan bahsa Italia dan segala pernak pernik budaya Italia
padanya. Panggilan rasis – wog, sering melekat padanya. Ini masih
diperparah dengan keadaan status ibunya sebagai ibu tunggal yang tak jelas
siapa suaminya. Lengkap sudah Josie menyandang wog yang menyebalkan itu.
Meski kondisi soailnya yang kurang ramah, tidak menghentikan
Josie menjadi murid cerdas. Berkat beasiswa, dia masuk di sekolah Katolik St.
Martha’s. Perannya sebagai murid berbakat, membawanya ke beberapa kompetisi
debat dan membawanya mengenaal John Barton, rival-nya dalam debat sekaligus
sahabat baiknya. Meski menaruh simpati yang dalam, Josie akhirnya menjatuhkan
pilihan hatinya pada Jacob Coote, cowok berpenampilan mirip preman yang
bersekolah di Cook High. Bisa dibayangkan ‘berwarnanya’ hidup Josie dengan orang
orang yang mengelilinginya. John Barton dengan bakat debatnya dan kecerdasannya
namun menyimpan kepahitan hidup sebagai putra politisi terkenal yang tak memberinya
banyak pilihan; Jacob Coot dengan sikap slengeannya, yang hidup tanpa budaya
dan agama selama ia mematuhi peraturan Negara sering kali bertabrakan dengan
Josie yang masih membawa budaya ketat neneknya; ibunya, Christina, yang mulai berkencan
dengan dokter, yang membuat Josie senewen karena ia tak mau membagi ibunya
dengan orang lain; suster kepala yang seolah mencapnya sebagai murid
bermasalah; dan ayahnya, Michael Andretti yang belakangan baru menyadari bahwa
dirinya mempunyai seorang anak remaja 17 tahun, yang sangat hobi mengritiknya.
Membaca novel karya Melina Marchetta yang pertama ini
membuat saya jtuh cinta. Bukan hanya issue seputar budaya Italia, rasisme, namun
juga emosi remaja 17 tahun yang hidup antara budaya neneknya dan lingkungan social
yang mulai bebas. Saya juga pernah mengalami masa remaja, dan kebanyakan para
remaja, selalu mengalami emosional roller coaster, terutama pada saat menjelang
ujian sekolah dan memasuki masa kuliah awal semester. Josie tak lebih adalah
wakil remaja cerdas bermasalah yang melampiaskannya dalam bentuk kritik pedas
terhadap siapa saja; ibunya, ayahnya, neneknya, John Barton, Jacob, bahkan para
suster di sekolahnya. Kritiknya terkadang membuat saya gemas, bagaimana mungkin
seorang cucu demikian kasar pada neneknya atau anak pada ayah ibunya. Well,
kediupannya selama 17 tahun dengan menyandang predikat anak haram dan pendatang
yang belum juga bisa diterima di lingkungan sosialnya membuatnya menyimpan
kritis pedas semacam itu.
Seperti yang saya katakan tadi, ini adalah pertemuan saya
yang pertama dengan Melina Marchetta, yang namanya cukup kondang diantara para
teman di BBI. Tak heran, gaya bahasanya sangat cerdas dan kritis sekaligus
konyol. Beberapa kali saya tergelak dengan dialog2nya. Penerjemahnya juga
melakukan tugasnya dengan baik. Ketika saya bandingkan dengan filmnya yang hanya
berdurasi 1 jam 38 menit, sangat jauh kualitasnya. Well, semua pasti sudah
mafhum dengan novel yang dilayarlebarkan. Tak akan pernah sebagus cerita
novelnya. Dalam novel, terkadang saya senewen dengan tingkah laku Josie yang
terkadang menyebalkan dengan menyerang banyak orang dengan kritikannya. Emosinya
sangat terasa, sementara di filmnya, Josie yang pemarah hanya terlihat di menit
menit pertama. Selanjutnya, dia cukup gampang tersenyum dengan ayahnya dan
Jacob Coot serta neneknya yang kolot. Yang menjadi unik dari film ini adalah
logat para pemainnya yang sangat kental logat Aussie mereka. Terdengar seksi
tapi susah dimengerti tanpa teks hahaha…
terbitan tahun 2004 ya. kayaknya bakal sulit deh nyari bukunya di toko buku.
ReplyDeleteIni juga dapat di matraman, gramed fenomenal itu, pan. 15k saja :D
Deletebukan di matraman Mbak Lila, di Blok M. Kan itu buku second, hehe...
ReplyDeleteAh..ini salah satu teenlit kesukaanku. Sayang ratingnya di Indo drop yaa.
ReplyDeleteBtw mbak Lila, menurutku logat Aussie lebih gampang dimengerti ah. Yaa...lebih gampang daripada British lah X)
Lulu: oiya ya? Mau balas komen diatas mosok kudu kirim message ke Lulu dulu hihihihi...
ReplyDeleteDewi: Waaahhh... menurutku Aussie ini agak aneh, lebih susah dibanding British meski British juga susah. Lebih susah lagi British aksen Irish #Merliiinnn... :DD
jangankan british sama aussie, memahami logat amrik biasa saja aku suliiiit. *ter-TVRI*
ReplyDelete#sodorinopankamusbantalOxford :DD
Delete