#31 Julian Chapter by R. J. Palacio
EBook format, epub
Published May 13th 2014 by Knopf Books for Young Readers
Rating 4/5
Apa yang pernah kau lakukan ketika
kau berusia 9-10 tahun? Saya suka sekali mengganggu guru saya yang tergolong
cakep saat itu dengan bermain di saat pelajaran, pada waktu beliau keluar kelas
sejenak. Menurut saya, dan teman - teman itu boleh dilakukan dan asyik serta
membuat keriuhan di kelas itu menggairahkan. Tetapi tidak ketika guru saya
marah besar, dan laporan kenakalan saya pun terdengar hingga ke orangtua
saya... Dan menyesallah saya, karena laporan itu juga datang dengan rapor yang
tidak memuaskan :(
Julian, di novel Wonder, tidak
mendapat bagian untuk mengatakan apa yang ia rasakan seperti beberapa tokoh
lain di buku. Wonder mengambil beberapa PoV, selain Auggie, si karakter utama.
Julian, bisa jadi dianggap sebagai sosok antagonis di Wonder, tanpa kita tahu
kenapa dia melakukan hal - hal yang menjurus pada bullying.
Julian, Jack dan Charlotte mendapat
kehormatan menjadi murid penyambut murid baru, sekaligus mengenalkan sekolah
mereka pada Auggie. Jack dan Charlotte sudah mengetahui kondisi Auggie, tapi
Julian belum. Sebelumnya dikisahkan tentang mimpi-mimpi buruk Julian yang
berhubungan dengan fisik, atau tepatnya wajah buruk seseorang. Misalnya
Voldemort dengan hidung ratanya, Darth Vader yang berwajah seram, ditambah
iklan-iklan sepanjang musim Halloween dengan memasang wajah zombie di tengah
tayangan film, serta Gollum, sosok buruk rupa di film Lord of The Ring. Semua
itu membuat Julian terganggu dengan mimpi - mimpi buruknya. Semua sempat
teratasi hingga suatu hari ia bertemu Auggie Pullman.
“Sometimes we hate the things we are afraid of,” she said.
Julian membenci Auggie, tapi apakah
ia takut padanya? Selama beberapa saat setelah kedatangan Auggie di sekolahnya,
Julian merasa dia tak lagi populer, tak lagi disukai teman - temannya. Banyak diantara mereka yang cepat berteman
dengan Auggie termasuk Jack. Dia bahkan berselisih sengit dengan Jack. Ah, best friend turned out to be an ex. Segala
detil tentang apa yang dilakukan oleh Julian sudah diceritakan oleh Auggie di
Wonder.
They were not—I repeat, not —a big deal. They were mostly stupid stuff. I didn’t think anyone would ever take them seriously. I mean, they were actually kind of funny!
Saya pikir, melakukan hal-hal yang
mengganggu guru itu suatu hal yang keren. Teman saya beberapa kali dipanggil di
ruang guru atau ruang kepala sekolah, tetap saja terlihat cool. Tapi ketika
saya yang mendapat giliran duduk di kursi pesakitan karena mendengarkan radio
transistor yang ngetren waktu itu di saat guru sedang mengajar di kelas, rasa
keren itu lenyap.
Julian menganggap pesan-pesan rahasia
yang ia kirimkan ke Auggie adalah hal lucu nan konyol. Sekedar buat lucu-lucuan
saja. Tiba-tiba hal lucu ini tak lagi lucu ketika ia beserta kedua orangtuanya
harus menghadap Dr. Jansen dan Mr. Tushman. Keduanya adalah teman lama bagi
kedua orangtua Julian, tapi keadilan tetap harus ditegakkan. Lenyapkan aksi
bullying di sekolah Beecher Prep. OK, adegan ibu-bapak-bela-anak ini disamping
menarik juga cukup menyebalkan. Bahkan Julian sendiri menanti, apakah ibunya
akan menjadi super mom atau sebaliknya not-super-mom. Sering kali para ibu
lebih lama marahnya dibanding para anak2 yang berselisih paham. :D
Meski jauh kebih tipis dibandingkan
Wonder, R. J. Palacio tetep sukses memikat jalinan kisah sekaligus emosi
Julian. Dia tidak sekonyong-konyong menjadi protagonist ketika dia menjadi main
character disini. Buat saya yang pada waktu itu hampir seusia dengannya, rasa
menyesal tetap ada. His remorse came in an unexpected way that made me teary. Tidak
seperti sinetron yang dramatis yang peniuh isak tangis hahaha…
Aaak. Belum baca wonder.
ReplyDeleteYaaa, dibaca doooongggg... #lemparebook
Delete