Horeluya (Arswendo Atmowiloto)
Paperback 236 pages
Published 2008 by Gramedia Pustaka Utama
Rating 3/5
Melihat judul novel
tulisan Arswendo Atmowiloto ini, pasti banyak yang langsung melihat dua silabel
terakhir, Luya, pasti ada hubungannya dengan Halleluya. Demikian juga yang
terbersit dalam benak saya pertama kali melihat judul novel ini. Dan itu memang
benar. Novel ini sarat dengan segala ketaatan dari sebuah keluarga Nasrani,
Johannes Kokrosono (Kokro), Maria Ludwina Ecawati (Eca), yang tak tentu arah
dalam menjalani hidup semenjak putri semata wayang mereka, Lilin atau Lin
dinyatakan sakit sumsum tulang belakang dan menunggu donor. Meski sarat dengan
muatan agama Nasrani, sebagai seorang
Muslim, saya sangat menikmati isi cerita novel ini. Hanya, terus terang,
entah mengapa, saya masih tidak nyaman, jika seorang teman kantor saya, yang
Muslim—yang enggan memberi ucapan Selamat Natal pada rekan Nasrani—melihat
sampul novel ini. Mungkin saya belum siap saja, jika mereka bertanya ini itu,
mengapa saya tertarik buku ini hingga membeli lewat online pula.
Sentral cerita ada
pada keluarga Kokrosono, yang mempunyai putri yang mengidap penyakit sumsum
tulang belakang. Dalam keputusasaan, Kokro beserta istrinya, Eca, dibantu dua
adik mereka, Ade dan Nayarana, bersama sama mendoakan, menunggui, mendoakan,
menunggui dan kembali berdoa. Ritual harian yang kemudian membuat mereka ‘lupa’
apa saja yang mereka sudah, sedang, atau ragu apa yang akan dilakukan. Kokro,
sejak masih muda, sudah menerima apa saja yang terjadi padanya. Pun ketika
ayahnya ditembak mati karena dituduh sebagai anggota partai komunis tahun ’65,
dia menerima apa yang sudah digariskan. Tapi tidak bagi Naya, sang adik, yang
beringas, yang sembarangan, semaunya, namun dicintai banyak orang karena
jasanya sebagai pelindung daerah sekitar dari gangguan preman atau orang2
pemerintah kota. Meski. demikian, cintanya tak terperikan pada sang ponakan
yang terbaring tak berdaya. Segala pertanyaan yang menghujat Tuhan, mengapa
kakaknya yang begitu baik, iparnya yang berdoa tak henti, ponakan yang tak
berdosa, harus menanggung semua beban itu? Mengapa bukan mereka yang hidup tak
lurus tidak dihukum Tuhan dengan beban semacam ini? Mengapa penyakit mematikan yang biasa
menyerang mereka yang berkulit putih harus menyerang Lin mereka, yang bukan
keturunan kulit putih?
Berderet kalimat2
pertanyaan yang dijawab atau dibiarkan tak terjawab oleh penulisnya, membuat
dada saya sesak. Tanpa disadari, pertanyaan yang sama biasanya juga terlintas
dalam pikiran saya atau orang banyak pada umumnya. Hujatan dengan kata
‘mengapa’ sering ditujukan pada Tuhan. Apakah Tuhan menjawab? Ada banyak dimensi dimana pertanyaan itu
terjawab atau tidak. Yang bisa dilakukan adalah berdoa. Karena memang itu
satu2nya yang bisa dilakukan dan menenangkan, kata Eca.
Membaca buku ini
sebaiknya dalam kondisi sepi, sendiri, sehingga jika dada anda sesak, anda bisa
bebas mengusap airmata yang tiba2 menggenang. Atau ketika potongan adegan yang
sebenarnya lucu, tapi terasa pahit, anda bisa juga bebas tertawa. Seperti
ketika Naya makan nasi goreng, yang tidak jelas siapa yang memasak, dan ternyata
tidak bergaram. Eca dan Ade hanya saling berpandangan. Siapa yang memasak. Mata tiba2 mengabur
ketika potongan adegan Naya yang kasar membuatkan perayaan Natal yang dia buat
meriah, tanpa menunggu tanggal 25 Desember, karena takut Lin tak lagi bisa
mencapai tanggal 25 Desember. Pesta meriah, dengan kereta, Bunda Maria yang
hamil tua dan salju—sesuatu yang sangat diidamkan Lin.
Well, ini baru pertama
kali buat saya menulis book review tanpa menyelesaikan bukunya terlebih dahulu.
Karena terus terang, ketika membaca buku ini, pikiran saya pun terimbas kekosongan pikiran para tokoh dalam
novel, yang melakukan pekerjaan, tanpa sadar apa yang kereka lakukan. Sementara
saya membaca juga dengan debar yang sama, akankah derita Lin akan berakhir? Novel
ini ringan, akan tetapi, bukan Arswendo namanya jika ia tak bermain kata2
efektif yang mampu membuat dada saya sesak, serta tak lupa rima yang indah.
0 Response to "Horeluya (Arswendo Atmowiloto)"
Post a Comment