The House of The Spirit (Isabel Allende)
Paperback, 600 halaman
Published: July 2010, Gramedia Pustaka Utama
Rating: 4/5:
Kisah seputar tiga perempuan generasi Trueba dari America
Latin dibuka dengan tibanya seekor ajning kumal yang nantinya bernama Barabas.
Seekor anjing kumal yang disayang setengah mati oleh si kecil Clara, yang
nantinya mempunyai peran penting dalam silsilah keluarganya sendiri, Del Valle
dan keluarga suaminya Trueba.
Banyak sekali karakter penting dalam novel ini. Baiklah saya
sebut satu persatu: Esteban Trueba, lelaki yang membagi dirinya sendiri sebagai
malaikat sekaligus iblis, baik bagi keluarganya sendiri dan juga masyarakat
sekitarnya serta negaranya sendiri. Clara Del Valle, istrinya yang sangat
dicintainya hingga akhir hayatnya lebih sering berada di ‘tempat lain’ ketika
fisiknya berada di samping suaminya. Bagaimana tidak, Clara adalah cenayang
keluarga yang selalu mampu membaca masa depan, termasuk kematian dirinya
sendiri. Arwahnya pun masih sering gentayangan memberi bimbingan keluarganya,
termasuk suami yang lebih dari separo hidup rumah tangganya dibiarkan ngoceh
sendiri.
Keluarga Trueba adalah juragan kaya masa lampau yang
tanahnya masih tersisa tak tersentuh, mangkrak dan nyaris dijual. Esteban
datang dengan uang pernikahan gagalnya dengan Rosa Del Valle, menggarap tanah
seperti orang sinting. Jerihnya ini terbayar dengan kekayaan luar biasa. Selain
semangat kerjanya yang luar biasa, nafsu lelakinya pun juga meledak ledak. Anak
haram terhampar dimana mana hingga ia bertemu dengan Clara, bungsu dari
keluarga Del Valle. Dari Clara, Esteban mempunyai 3 anak: Blanca dan si kembar
Jaime dan Nicolas.
Kehidupan Esteban melesat tak terkendali hingga menjelamalah
ia seorang Senator dan memegang peranan penting dalam pemerintahan Konservatif.
Kekayaannya tak terbendung lagi. Clara
yang berjiwa dermawan membuka pintu rumahnya untuk siapa saja yang membutuhkan.
Jaime, si pemuda pemalu mengikuti jejak ibunya aktif dalam kegiatan social
rumah sakit dimana ia bekerja. Nicolas, menuruni sifat pamannya yang nyentrik,
Marcos, berkeliling India mencari Tuhan, dan kemudian menemukannya dalam
meditasi dan rapalan mantra2 menenangkan. Blanca tak jauh beda dengan ibunya
yang dermawan, jatuh cinta dengan anak mandor tanah pertaniannya yang memicu
amarah kakeknya, Esteban.
Pedro Tercero Garcia, kekasih gelap Blanca adalah aktivis
kelompok kiri yang trus menerus menghembuskan
hak-hak buruh di tanah milik Esteban. Keputusannya menikahkan Blanca
dengan bangsawan Prancis tak memudarkan cinta mereka berdua. Alba lahir dengan
nama keluarga bangsawan Prancis namun mempunyai pandangan sama kirinya dengan
si ayah biologis, Pedro. Kondisi politik berubah drastis setelah kemenangan
partai buruh. Esteban kehilangan tanah kebanggaannya, peternakannya, bahkan
kehilangan cinta keluarganya sendiri. Esteban seolah harus menghadapi anak dan
cucunya sendiri yang dengan diam2 beraliran kiri. Tak ada yang bisa
dilakukannya, selain membiarkan anak dan cucunya mencuri kekayaannya untuk
membantu para gerilyawan dan menggunakan rumah besarnya sebagai penampungan
para buron gerilyawan.
Esteban seolah diberi berkah sekaligus kutukan dengan
kehidupannya yang sangat panjang, 90 tahun. Ia menjadi saksi hidup kehidupan
pemerintahan negaranya dan juga mengalami pertalian keluarga tarik ulur dengan
ke tiga perempuan dalam keluarganya: Clara, Blanca dan Alba. Kekayaannya yang
luar biasa tak dibawanya mati. Dia hanya ingin mati tidak seperti kutukan
kakaknya, mati seperti anjing. Kebenciannya hingga tulang sumsum terhadap Pedro
menguap begitu saja ketika ia tak lagi menduduki tampuk kekuasaan. Perpisahan
antara bapak-anak+calon menantu yang mengharu biru membuat saya merasa ada
sesuatu di kerongkongan saya.
Comments:
Whoaaahh….
Kok review saya cuman segitu ya? Padahal ini novel setebal
600 halamana lo. 2 kemungkinan yang sedang menjangkiti saya adalah tenggat
waktu posting bareng yang hanya beberapa jam ke depan (saya nulis ini pukul
22.51), dan kemungkinan kedua adalah kompleksnya cerita yang begitu detil serta
waktu 20 hari yang saya habiskan untuk menyelesaikan novel ini. Saya juga
melupakan kebiasaan saya membawa pensil untuk memberi tanda quotation yang bisa
saya masukkan ke dalam review. Hasilnya, review saya bersih dari quotations
#garing
Dari sampulnya, saya mengira novel ini akan mengambil
perempuan sebagai karakter utama, tapi ternyata Estebanlah yang lebih banyak
bercerita. Point of view penulis pun sering kali berpindah antara pihak ketiga,
Esteban, dan Alba. Meski demikian, 3 sosok perempuan dalam novel ini cukup
menghibur saya. Isabel Allende menghadirkan mereka dengan keunikan, kesintingan
serta kekuatannya masing-masing. Esteban, meskipun lelaki dengan pengaruh besar
tak mempunyai kuasa apapun pada mereka. Isabel sangat detil dalam
mendeskripsikan masing2 karakter, sehingga semuanya menurut saya sangat kuat.
Bahkan kutukan Ferula, kakak Esteban yang rindu dendam dengan adiknya ini,
masih saya tunggu di akhir novel, apakah terjadi atau tidak.
Rumah Arwah sendiri mengacu pada rumah besar keluarga Del
Valle yang ditinggali Clara dari kecil dan nantinya juga anak serta cucunya.
Arwah mempunyai arti harafiah dimana kebiasaan Clara berkomunikasi dengan meja
kaki tiganya sebagai media ke alam lain. Kekuatan pikirannya mampu menggerakkan
barang bahkan ketika ia masih kecil. Sedikti seram di awal cerita, tapi ini
bukan kisah hantu jadi tak ada bagian semenyramkan Paranormal Activity hehehe…
Terjemahananya pun sangaat rapi dan enak dibaca. Ronny
Agustinus mampu menghadirkan bahasa kasar seorang Esteban, halusnya Clara, Blanca
dan liarnya Alba. Typo? Jelas ada doong, tapi hanya sedikit yang tidak terlalu
mengganggu kenikmatan saya membaca. Hanya, buat saya yang terkadang
menghentikan bacaan sejenak untuk melakukan sesuatu, terkadang suntuk dengan
panjangnya bab serta deskripsinya yang panjaaang… Sayangnya lagi, saya yang ngga apal sejarah
ini, harus menerka nerka, tahun berapa kah terjadinya Junta Militer di Amerika
Latin? Tahun berapakah Marxis mulai menyebarkan ideologinya? #malesgugling.
Dan, owh, yang menarik, ketika partai buruh menang dalam pemilu, gelombang gerilyawan
meningkat, pesan2 dalam bentuk poster2 dan graffiti tersebar dimana mana. Saya
terkejut ketika salah satu graffiti itu adalah satu kata: JAKARTA. (Penasaran,
tapi males gugling dan sedang seru2nya). Saya pun berpikir, mungkin ngga ya,
Isabel memberikan sedikit fakta sejarah mengenai gelombang politik yang ia masukkan
dalam novelnya ini? Tapiii…bakalan lebih tebal daro 600 halaman wkwkwkwk…
Aapakah Novel ini
pantas masuk 1001 Books You Must Read Before You Die?
Jawaban saya tentu sesuai dengan rating yang saya berikan
untuk buku ini: 4 stars. Kepiawaian Isabel dalam mengolah kisah arwah2
gentayangan berbalut politik dan keluarga tiga generasi tidak diragukan untuk
masuk dalam 1001 books. Karakter yang kuat, detil cerita yang hebat serta
deskripsi hubungan antar manusia yang unik sangat indah. Nama2 karakter nya mengingatkan
saya pada tokoh2 telenovela jaman Maria Mercedes dulu. Tapi kerumitan ceritanya
lebih asyik dibandingkan cerita Cinderella versi amerika Latin hehe. Kesuraman
politik dengan kekisruhan partai conservative VS buruh, bencana kelaparan,
pengangguran, busuknya para politisi tergambar dengan sangat jelas hingga saya
mrinding , membayangkan hal sama pernah terjadi di tanah air tahun 1965. Saya
merasa buku ini sangat pantas masuk dalam 1001 books you must read before you
die.
PS: Saya menemukan film yang diambil dari novel ini, dirilis tahun 1993, dibintangi oleh Meryl Streep, Glen Close, Winona Ryder dan Antonio Banderas. Sayang, perbandingan antara film dan novel belum bisa saya lakukan karena film masih dalam proses mendonwload hehehe sementara tenggat posting bareng sudah hampir habis. :D
Ini buku Isabel Allende pertama kali yang kubaca, aslinya penasaran setelah nonton filmnya, dan setelah itu aq 'jatuh-cinta' dengan semua karyanya, bahkan versi YA-nya sangat menarik lho.
ReplyDeleteWah, mbak, saya nyari di youtube aja susah filmnya, bahkan trailernya. Yang keluar malah trailer hantu2 hahaha... Untung ada torrent... :D
DeleteIni buku yg aku masih ragu pengen bacanya karena kayaknya serem
ReplyDeleteNgga serem kok, Ky, cuma semakin ke belakang, semakin suram... huhuhu...
DeleteAku malah udah nonton filmnya duluan, setelah itu diskusi sama mas ronny.Kepengen lagi nonton filmnya dan bacanovelnya ini, karena karya sastrawan Amerika Latin ini sungguh memesona :)
ReplyDeleteWaah... mas. saya juga kudu maturnuwun sama Tezar yang sudah rekomen buku ini. Alhamdulillah, saya mau nambah koleksi Isabel Allende hehehe...
Deletebagus kan?
ReplyDelete#dasarkaukeongracuunn ... :p
Deletepinjem donk bukunya... heheee... #liriktumpukan
ReplyDeleteAntri, Kaaaa.... setelah kaka cindy yaaa...
Deletewaah ada di timbunan dan belum dibaca =) jadi semangat niiih...dan baru tau ada filmnya!
ReplyDeleteAyoooo dibaca timbunannyaaa, eh, salah, bukunyaaa..keburu buluk looo... :D
Delete