DIMSUM TERAKHIR (Clara Ng)
Published April, 19, 2006, Gramedia Pustaka Utama
Rating: 3/5 stars
Empat perempuan
bersaudara. Semuanya kembar. Yang terbayang oleh saya bukan karakter mereka
yang sudah pasti berbeda satu sama lain. Yang menganggu pikiran saya sebagai
perempuan adalah membawa-bawa mereka di rahim selama sembilan bulan. Meraka
adalah Indah si sulung, dengan sifat sedikit pushy terhadap adik2nya, paling bertanggung jawab atas
keluarga==terutama papanya; Siska, penganut hidup bebas, paling enggan pulang
ke rumah, bahkan ketika mendengar papanya sakit keras ia lebih memilih bercinta
dengan kliennya yang nggantheng daripada segera pulang; Rosi, gadis transgender
pecinta bunga2 mawar sesuai dengan namanya, tinggal di perkebunan bunga potong
bersama gadis yang dicintainya; Novera, gadis bungsu paling pendiam diantara
para saudaranya, berani keluar dari tradisi agama keluarga dan bermimpi menjadi
pelayan Tuhan, dan melupakan cinta duda beranak satu yang mengejar cintanya.
Konflik persaudaraan
yang dipertemukan kembali setelah jatuh sakitnya sang papa menjadi bumbu utama
kisah Dimsum Terakhir ini. Selain masalah keluarga, Clara NG juga menyelipkan
porsi cukup besar masalah rasial warga keturunan. Masalah ini sangat santer di
jaman pemerintahan Orde Baru dimana para warga keturunan diharuskan melakukan
ini itu untuk bisa dianggap sebagai WNI tulen
Mereka yang katanya Warga Negara Indonesia tapi
harus punya surat buktinwarga Negara. SKBRI bahkan sampai surat ganti nama
(134)
Saya ingat ketika saya
masih duduk di SD, sekitar tahun 80an, masalah rasial ini sangat santer,
cenderung anarkis. Ibu saya sempat khawatir ketika banyak warga menyerbu warga
keturunan di jalanan hingga sabotase toko mainan langganan saya. Bukan. Ibu
saya bukan warga keturunan, melainkan bapak saya yang berasal dari luar Jawa,
mempunyai ciri yang sangat mungkin dikeroyok masa itu. Alhamdulillah, bapak saya selamat.
Hal lain yang saya ingat adalah banyak teman saya yang dengan enaknya menikmati
mainan jarahan dari toko langganan saya. Saya yang waktu masih kecil tak punya
banyak uang jajan, sangat gembira diberi teman saya sebuah tempat pensil cukup
bagus. Tapi oleh ibu saya langsung menyuruh saya mengembalikan benda itu. Saya
hanya berpikir, kenapa yang lain boleh menikmati barang gratisan ini, kenapa
saya tidak boleh? Bertahun kemudian, saya bersyukur ibu saya sangat bijak
menolak barang tidak halal itu.
Dimsum Terkahir
mengacu pada kebiasaan keluarga ini di setiap Imlek menikmati dimsum di pagi
hari sebelum mereka melakukan sembahyang sesuai tradisi mereka. Dimsum terkahir
kali mereka lakukan sebelum mereka akhirnya harus kehilangan papa mereka. Masalah
persaudaraan yang tadinya tercerai berai dan saling tuntut antar satu dengan
lainnya diselesaikan dengan cara para kembar ini.
Comments:
Sebelumnya, saya belum
pernah membaca karya Clara Ng, dan inilah yang pertama. Terus terang saya cukup penasaran dengan mbak Clara yang
cukup produktif menulis novel. Bagaimana kesan saya setelah membaca yang
pertama ini? Sepertinya it will take me a looong time to read her other works.
Is she that bad? Nope. She’s good at expressing the issue of racism, cocok
bener buat mbak Clara, hanya yang sedikit menganggu adalah gaya humornya yang
menurut saya, garing. Gaya komikal Indah yang kebelet ke belakang, hingga
jungkir balik dari angkot, untuk menyampaikan bahwa ia tengah harap2 cemas
menunggu tamu bulanannya, dan ketakutannya akan hamil, menurut saya ngga
banget. Saya sempet berpikir, apakah Indah ini juga mengidap penyakit mematikan
dengan menemukan tetes darah di celananya atau apa. Eh, ternyata, dia yang
mencintai seorang pendeta dan sempat terjerumus nafsu, sangat mengharap
datangnya tamu bulanan. Ah, hubungan kebelet dengan ketakutan hamil itu sepertinya
terlalu ajaib dihubungkan. Untuk issue rasial yang bagus, humor macam ini malah
membuat saya sakit perut saking ill feel-nya. Humor selipan lainnya pun juga
ngga terasa feel-nya, buat saya sih.
Oya, entah kenapa ada
beberapa bagian kalimat yang menurut saya redundant alias pengulangan yang tak
perlu.
Bagaimana mungkin seseorang bisa menulis
rangkaian kalimat dengan beigtu indahnya? Bagaimana caranya? Bagaimana?
Bagaimana? How? HOW? HOOOWWWW?? (hal.
210)
Selain humor yang
menganggu saya, rupanya saya ini bukan tipe pembaca yang baik, karena selalu
saja mengingat orang lain ketika membaca novel ini atau itu. Dalam Dimsum
Terkahir ini, cukup banyak kata2 bijak hingga pidato Dharma seputar dirinya
yang seorang vegan. Saya bukan vegan, hanya separo saja, tapi saya malas memberi
pidato seputar rasa cinta kita terhadap alam yang ditujukan dengan cara menjadi
vegan. Jadi, ketika ada celotehan Dharma seputar vegan ini, saya cukup terganggu.
Orang mempunyai pilihan menjadi vegan atau omnivore, saya tak perlu tahu
alasannya, apalagi mendengar pidatonya. Kiranya saya yang kebangeten kali ya yang ngga
bisa liat tujuan mbak Clara Ng promoted healthy life by being a vegan. #nggausahdianggapbagianini
Oiya, meski demikian
ada juga quotation yang saya cukup suka di novel bersampul merah imlek ini. Scene
ketika Nung, papa para kembar, berbincang dengan pastor Antonius, dalam epilog
yang diambil dari PoV Antonius sesudah kematian Nung.
Penuaan berarti pertumbuhan; pematangan, suatu
konotasi yang bermakna positif. Karena itu, kita harus merayakan kehidupan
dengan sebaik-baiknya. (Nung, hal 334)
Bagian lain yang saya
suka adalah pengenalan etnik budaya Cina yang cukup kental. Mulai dari
kebiasaan orang2 di Tahun Baru Imlek, makanan hingga upacara kematian ala Tao
yang dulu biasa saya lihat di serial kungfu Mandarin jaman Chin Yung hahaha.
Ternyata itu beneran to? Hihihi. Keren.
Overall, saya suka
dengan issue yang diangkat oleh Clara Ng, hanya untuk humor, semoga mbak Clara
bisa lebih elegan memberi suasana konyol dalam ceritanya. Semoga di novel
berikutnya, yang bisa saya pinjam, saya bisa ketawa dengan humornya mbak Clara
plus tersentuh di bagian kata bijaknya. Nanti. Kapan? Kapan? When? WHEEN??
(ikutan redundant)
Sampe sekarang ini buku jadi wishlist yang belum terkabulkan.. ckck. kapan2 deh.... "kapan2" terus.
ReplyDeleteIni juga ngendon lama di timbunan pinjaman :)
DeleteJadi setelah ngendon lama di timbunan, cuma dpt 3 bintang?
DeleteYa, hahaha... Alasannya ya itu tadi kurang cocok joke nya....
Deleteberarti Clara Ng belum cocok ya ma Ka Lila :p
ReplyDeleteCocok buat etniknya, ngga buat humornya :)
DeleteInfo menarik nih... Clara Ng akan jadi pembicara talkshow loh...
ReplyDeletePerlu cara dan ranah tertentu untuk membicarakan seksualitas yang berkualitas. Tidak perlu ragu untuk ikut serta ke dalam bingkai persoalan seks.
[PSIKOMEDIA PROUDLY PRESENT
SIKOLASTIK 2015]
Talkshow bareng Clara Ng (penulis serial novel Indiana Chronicle, The (Un)reality Show, dan Utukki: Sayap Para Dewa)"
· Minggu,15 NOVEMBER 2015
· 07.00 - selesai
· Ruang G100 Fakultas Psikologi UGM
~ 50k (talkshow + booksigning)
~ 35k (talkshow)
Reservasi tiket:
(Nama_instansi_jumlah tiket _50/35)
Kirim ke CP️088215398854 (Dita)