Insiden Anjing di Tengah Malam Yang Bikin Penasaran by Mark Haddon
Paperback 311 pages
Penerjemah: Hendarto Setiadi
Published by Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) Desember
2004
Rating 4/5
Buku ini dibuka dengan angka 2. Saya sempat terkecoh dengan
membalik halaman sebelumnya, barangkali angka 1 ada di baliknya. Ternyata tidak
ada. Saya cek halaman, ternyata utuh, tak ada yang hilang. Akhirnya saya mulai
saja membaca buku ini yang diawali dengan angka 2. Ternyata, si pemeran utama
buku ini, Christopher Boone sangat cinta dengan bilangan prima, hingga menulis
bukunya dengan dimulai angka pertama bilangan prima yaitu 2.
Di usianya yang ke 15, Christopher Boone tumbuh dengan
keyakinan akan menjadi ilmuwan di bidang matematika dan fisika. Sebuah cita
cita yang umum bagi seorang anak remaja. Namun Christopher bukanlah anak remaja
biasa yang tumbuh dengan biasa. Christopher tumbuh dengan kebutuhan khusus dan
perhatian khusus dari orang sekitarnya, terutama orangtuanya. Suatu hari ia
mendapati anjing tetangganya, Mrs. Shears mati dengan tusukan garpu kebun di
tubuhnya. Ia yang sangat menyayangi anjing itu, Wellington, bertekad ingin
mencari siapa pembunuhnya. Keinginannya itu sangat ditentang ayahnya. Namun Christopher
tetap gigih melakukan penyelidikan dengan caranya sendiri; mencari jejak,
mengurai logika, mewawancarai tetangga dan kemudian menarik kesimpulan dan
mencatatnya di sebuah buku. Ia bertekad ingin menulis kisah penyelidikannya
ini. Satu satunya orang yang ia bocorkan rahasia seputar rencananya ini adalah Siobhan,
salah satu guru sekolahnya yang sangat ia percayai.
Kisah ini bisa dianggap sebagai kisah detektif seperti idola
Chrisopher, Sherlock Holmes. Beberapa kali ia menarik kesimpulan berdasarkan
kisah2 Sherlock Holmes yang ia baca. Tapi tentu saja, ini bukan kisah detektif
biasa karena sang detektif adalah seorang remaja yang menyandang sindrom Asperger. Selain bertekad ingin mencari
pembunuh Wellington, ia juga harus bertekad mengalahkan dirinya sendiri;
berbicara dengan orang asing yang selama ini ia hindari, berjalan lebih jauh
dari kebiasaannya, menentang ayahnya yang selama ini merawatnya, dan nantinya
melakukan perjalanan sangat jauh seorang diri untuk mencari ibunya. Semua itu
bukan hal yang mudah bagi Christopher yang membenci warna kuning, yang
mempunyai tata letak makanannya sendiri (tidak tercampur satu jenis makanan
dengan jenis lainnya), yang merasa mual
dan takut di tengah kerumunan banyak orang, yang marah ketika dipegang orang
dan banyak hal lain.
Membaca buku ini seolah saya dihadapkan pada seorang Christopher
Boone secara langsung. Gaya bahasanya yang repetitive, rasa emosinya yang
terkadang meledak, rasa takut yang membuatnya muntah, dan emosi yang diakibatkan
dirinya yang selalu menuntut keteraturan pada orang orang di sekelilingnya. Emosi
ayah ibunya serta orang di sekitarnya juga saya rasakan selama membaca buku
ini.. Saya pernah mempunyai seorang murid yang mempunyai sindrom semacam ini. Semula
saya tak menyadari bahwa anak yang saya didik di term itu menderita sindrom
ini, namun tetap saja ini membuat saya bingung karena ia sering menyapa saya
dengan tanpa melihat pada saya. Di beberapa menit sebelum kelas mulai, dia
selalu masuk ke ruang guru dan seolah mengingatkan bahwa kelas akan mulai
beberapa menit lagi. Dan ini dilakukan sebanyak 2-3 kali dalam 15 menit
menjelang kelas mulai. Semula saya anggap ini lucu, tapi iemudian membuat saya
kesal, tapi ketika saya tahu bahwa ia menderita sindrom ini, baru saya maklum. Ketika
term berakhir, saya berencana mengajak mereka bersepeda keliling daerah
tertentu. Murid saya ini mengajak serta saudara kembarnya. Waaahhh…. Saya berpikir, untunglah yang masuk hanya satu
anak di kelas saya, tak terbayang jika dua anak kembar berada di kelas. Selama perjalanan,
semula semua baik baik saja tapi kemudian timbul masalah ketika saat mereka hendak
sarapan. Saya berdalih untuk mencari tempat yang nyaman untuk makan, tapi
mereka sangat ngotot untuk makan saat itu juga dimana pun tak masalah. Bahkan mengancam
jika mereka tak makan sekarang, mereka bakal mati. Hahhh???!!! Akhirnya saya
memilih warung soto terdekat dengan kondisi kurang nyaman. Dan mereka pun
membuka bekal makan mereka.
Jika si penerjemah mengaku kesulitan mengikuti gaya bahasa Christopher
yang teratur sesuai kaidah SPOK, dan ia harus bertarung dengan kebiasaannya
mengulang kata, saya mempunyai masalah dengan kebiasaannya yang selalu
mendeskripsikan sesuatu dengan sangat mendetil, bahkan lengkap dengan
ilustrasinya. Belum lagi soal matematika yang selalu muncul hahaha… dengan otak
kurang prima di bidang matematika begini yang membuat baca saya sedikit lemot. Semula
saya hanya mengejar kisah misterius siapa pembunuh Wellington kemudian berganti
dengan misteri ibu Christopher yang menghilang. Namun kemudian saya sadar,
kisah ini bukan melulu soal misteri itu, melainkan seorang anak penyandang
sindrom Asperger yang berusaha mengalahkan dirinya sendiri di suatu kondisi
tertentu, tentang cara observasinya akan lingkungan yang begitu mendetil, carany
menenangkan diri, serta bagaimana orang2 di sekitarnya berpikir tentang
dirinya. Ini semua membuat saya tahu bagaimana perasaan seseorang dengan
sindrom ini berpikir, merasakan dan merespons.
NB:
Posting ini saya sertakan dalam event Posting Bareng BBI
Oktober 2013 untuk kategori Man Booker Prize. Karya Mark Haddon ini masuk
sebagai nominasi Msn Booker Prize tahun 2003. Posting ini juga sekaligus saya
sertakan dalam New author challenge.
Saya menmukan video ini di youtube ketika iseng mencari video dengan kata kunci the Curious Case ... Rupanya bakal ada versi panggungnya dengan harga tiket 12 poundsterling bulan October tahun depan
saya juga menemukan video menyentuh ini dari youtube ketika seorang teman memposting di Facebook pagenya. Christopher Duffley, usia 10 tahun yang buta dan menydang sindrom autis menyanyikan lagu di depan umum #lapairmata
buku ini sediiiih...terutama tentang hubungan christopher dan bapaknya...jadi pengen baca ulang deh...
ReplyDeletejadi 1 itu bukan bilangan prima ya? :O
ReplyDeleteAstrid: aku kok ga gitu nangkep sedihnya ya. Tapi trenyuh aja pas bapaknya duduk ndlosor depan pintu pas Christopher puasa ngomong sama bapaknya :)
ReplyDeleteAlvina: lhaaa... kau yang lebih tau. Hahaha, dasar otak encer aku ini :D