#15 Pengakuan Eks Parasit Lajang by Ayu Utami
Paperback 328 pages
Published Kepustakaan Populer
Gramedia Februari 2013
Rating 3,5/5
Sinopsis:
Pengakuan Eks Parasit Lajang
adalah otobiografi seksualitas dan spiritualitas pertama di Indonesia. Kisah
nyata ini ditulis dalam bentuk novel dengan tokoh A, seorang perempuan yang
memutuskan untuk melepas keperawanannya di usia dua puluh tahun, untuk sekaligus
menghapus konsep keperawanan yang baginya tidak adil. Selama tahun-tahun
berikutnya, yang ia coba lakukan dalam hidup pribadi adalah melawan nilai
-nilai adat, agama dan hukum yang patriarkal. Tapi ia berhadapan dengan fakta
bahwa patriarkal adalah kenyataan sejarah. Adakah jalan ke luar dari sana?
Menyesalka ia sehingga memutuskan menjadi
"Eks Parasit Lajang"?
Buku ini mengambil judul
Pengakuan, dari Confessiones yang ditulis St. Agustinus, otobiografi pertama
sekitar 1600 tahun silam yang masih tersimpan sampai sekarang.
Seksualitas dan spiritualitas
adalah topik penting disini. Tak heran, beberapa teman saya mengatakan bahwa
buku-buku Ayu Utami itu saru, tabu dan terlalu vulgar. Buat saya pribadi saya
masih menerima ke-saru-an Ayu dengan bahasa sastranya yang indah dan cerdas.
Tak heran pula, beberapa reviewer di goodreads yang merasa emosional ketika
buku ini berbicara tentang spiritualitas dari sudut pandang agamanya. Meski Ayu
berpendapat ini adalah pendapat jujurnya, hasil pelajaran pengakuan dosanya
sejak kecil, tetap saja ketika ia menyitir beberapa kejadian di kitabnya,
banyak pihak yang emosi. Saya tak bisa membayangkan jika ia berada di sudut
pandang agama yang sama dengan saya. Well, terus terang, saya pribadi tidak
mengenal cerita-cerita sedetil Ayu di kitabnya. Saya mengenal dari kisah-kisah
yang diceritakan ketika saya masih kecil dari orangtua, guru agama hingga
bacaan yang sudah di simplified.
Sepuluh tahun lalu, Ayu menerbitkan
buku Pengakuan Parasit Lajang. Saya yang waktu itu juga masih lajang,
tertawa-tawa saja membaca 10+1 alasan kenapa tidak menikah. Saya merasa punya
teman, sebagian wanita yang lain bahkan merasa mempunyai pembela. Ketika
seseorang bertanya, 'mengapa kau tidak menikah'?, ia akan menjawab 'ah, santai
saja, si Parasit Lajang juga tidak menikah' (saya tidak pernah menjawab
demikian ketika seseorang bertanya pada saya). Tidak heran, 10 tahun kemudian,
ketika buku ini terbit, sebagian wanita itu merasa syok, depresi karena tokoh
idolanya mengakhiri masa lajangnya. Sementara saya sendiri, yang tetap jadi
parasit lajang di rumah ibu saya, merasa itu adalah hak seorang Ayu Utami untuk
'mengkhianati' 10+1 alasannya sendiri yang ia tulis 10 tahun lalu.
Menikah dan menjaga keperawanan bagi
perempuan, menjadi semacam tradisi di lingkungan bahkan turun temurun. Jika
seorang wanita tidak menikah, hingga usia tertentu, maka ia akan disebut perawan tua, yang akibatnya
akan menjadi perempuan jahat yang nyinyir, suka bersilat lidah, seperti yang
dikisahkan A tentang 2 bibinya, guru-guru sekolahnya yang selalu sirik dengan
para murid cantik, dan bercerita jahat tentang orang -orang yang menikah.
Stereotip itu seolah membenarkan definisi perawan tua. Terus terang, saya sedih
jika itu yang beredar di budaya sini. Saya, sebagai lajang, tak pernah mengurus
gosip apapun tentang pernikahan teman-teman saya. Saya juga selalu fair dengan
murid-murid saya yang cantik dan pintar. Justru beberapa teman saya yang
terdengar sirik setiap kali saya bepergian sana sini tanpa minta ijin suami,
pergi dengan bawaan ala kadarnya yang jelas berbeda dari mereka yang sudah
berbuntut satu, dua hingga tiga. Saya tak pernah berpikir untuk berucap
"enak ya yang sudah menikah, kalo mo beli beli bisa tinggal minta suami,
piknik bareng anak dan suami, etc....". Herannya, justru mereka yang
sering kali menanyakan, buat apakah gaji saya setiap bulan karena tidak ada
yang saya tanggung? Apa urusannya?? (weh, edisi curcol nih review). Hahaha...
Mari kembali ke novel. :D
A dibesarkan oleh keluarga yang
sangat relijius. Ia bersekolah di sekolah agama yang kemudian justru membuatnya
berpikir jauh tentang ajaran agamanya seputar kedudukan seorang perempuan.
Kenapa imam, nabi-nabi selalu laki-laki? Kenapa Tuhan menciptakan perempuan
dari tulang rusuk Adam? Kenapa Hawa memakan buah pengetahuan hingga mereka tahu
betapa nikmat buah pengetahuan itu? Beribu pertanyaan berputar di kepala A dari
kecil hingga ia memutuskan melepas keperawanannya tanpa ikatan perkawinan,
petualangannya dengan para pria, dan akhirnya memutuskan mengakhiri menjadi
parasit lajang. Keputusannya ini bermula dari kejadian-kejadian di kitabnya,
tradisi yang beredar di budayanya yang ingin ia lawan. Keputusannya ini pula
yang membuatnya melepas ritual agamanya karena pendosa (zina adalah dosa di
agama apapun) tak layak memasuki areal suci gedung peribadatannya. Dia
meninggalkan semuanya kecuali doa-doa pribadi dan pengakuan dosa pribadi yang
tak jarang ia sampaikan secara langsung pada orang yang telah ia lukai.
Membaca buku ini membuat saya
bersyukur mempunyai otak kecil yang tentu saja tidak sebesar A hingga berani
melawan tradisi dan agamanya. Memang membutuhkan keberanian yang luar biasa
untuk tampil sebagai A yang tidak perawan tapi tidak selibat. Mengakui masih
lajang di usia sekarang saja cukup sulit (yang jelas saya adalah lajang yang
hepi :D). Sulit, bukan suatu ketakutan, karena menurut ibu A, "jika
kamu takut sesuatu, sesuatu itu harus diperjelas, sesuatu itu harus
dihadapi". Menjadi lajang di
usia setinggi ini tidak mudah, menurut saya lebih mudah menikmati hidup daripada
mengakui masih lajang hahaha. Saya dulu, sering kali membaca curhatan pribadi
pembaca di kolom-kolom majalah, mayoritas perempuan, paling banyak adalah
curhat seputar sulitnya mencari pasangan atau pekerjaan. Sedihnya jika dua
masalah itu datang bersama-sama. Saya sanggattt bersyukur mempunyai pekerjaan
dan teman-teman serta keluarga yang tidak lagi bertanya tanya kapan saya
menjadi eks parasit lajang.
awww... i like your review la :) jadi inget dulu aku salah satu penggemar berat parasit lajang. sayang yang pengakuan ini belum sempet aku baca, penasaran juga dengan perubahan cara pandang si A di sini.
ReplyDeleteHahaha... Thx, Astrid. Ni edisi curcol ceritanya...
DeleteAyo, dibaca yang Pengakuan ini...
setojoooohhhhhh...yang penting happy, lajang or eks lajang gak masalah ..tp tergantung parameter happy juga sih yaa...parameter happy tiap orang kan bisa beda-beda..
ReplyDeleteNyahahaha... Aku hepi kok, Es. Suweerrr.... :D:D
ReplyDeletewaduh, eng.. aku malah melepas keperawananku di usia delapan belas! *ditempeleng eks parasit lajang
ReplyDelete