Animal Farm by George Orwell
Paperback 207 pages
Published by Fresh Book, Yogyakarta
Penerjemah: J. Fransisca
Rating 5/5
Sebenarnya, saya bingung mo nulis apa untuk review buku ini.
Saya terlalu shock dengan ending-nya yang-haduh, kok up in the air banget. Saya
berharap kembalinya berkuasanya manusia atas Pertanian Manor. Tapi terus saya
berpikir, mungkin Orwell sengaja membuat ending seperti ini untuk menyindir
habis-habisan sifat manusia yang serakah (dan yah, saya serakah, dan arogan
untuk mengakui bahwa binatang juga bisa bertindak layaknya manusia—setidaknya di
buku ini).
Di awal, saya sudah senyum-senyum membayangkan binatang yang
berpikir persis manusia, terutama dalam hal penampilan:
Clover adalah kuda betina yang gemuk dan keibuan. Menjelang usia pertengahan, ia tak pernah bisa kembali ke bentuk idealnya setelah melahirkan anak ke empatnya (hal.7)
Hahahaha…. Itu kan kegalauan para ibu-ibu manusia yang
ternyata dialami juga oleh si kuda betina…
Ketika tiba pidato epic dari sang Mayor, babi yang cerdik,
saya kembali berpikir, tindakan makar atau pemberontakan ini tak jauh dari
manusia yang ingin berkuasa akan dirinya dan kelompoknya. Mayor menginginkan
kemandirian para binatang di pertanian Manor tanpa adanya Tuan Jones, si
pemilik pertanian, manusia yang dianggap pemalas dan hanya mengeksploitasi
binatang piaraannya. Dan terjadilah, Tuan Jones tersingkir dari istananya
sendiri, pemberontakan berhasil!!!
Seusai pemberontakan, muncullah pahlawan-pahlawan, tokoh-tokoh
yang nantinya akan memimpin, meski dengan embel-embel semua binatang sederajat.
Tapi toh, tetap saja ada yang diistimewakan, dan ada yang hanya tahu bekerja
keras tanpa banyak berpikir. Boxer, si kuda tangguh mempunyai motto, “aku akan
bekerja keras, dan lebih keras lagi”. (Ssstt… jadi ingat semboyan Pak Presiden
yang sekarang :D). para tokoh-tokoh cerdik pandai itupun membuat semacam
preambule yang harus dipatuhi seluruh jajaran binatang di Pertanian Binatang—bukan
lagi Manor.
Tujuh Perintah:
1.
Apapun yang berjalan dengan dua kaki adalah
musuh
2.
Apapun yang berjalan dengan empat kaki atau
memiliki sayap adalah teman
3.
Tidak ada binatang yang boleh mengenakan
pakaian.
4.
Tidak boleh ada binatang yang boleh tidur di
atas tempat tidur
5.
Tidak ada binatang yang boleh minum alcohol
6.
Tidak ada binatang yang boleh membunuh sesama binatang
lainnya.
7.
Semua binatang sederajat.
Sayangnya, tidak semua binatang di Pertanian Binatang bisa
membaca 7 perintah ini. Di Negara kita, kita memiliki Pancasila dengan lima
sila-nya. Dari awal Indonesia merdeka hingga berpuluh tahun kemudian, lima sila
itu masih bertahan, dengan segala pro dan kontra, dan segala penafsiran atas
sila-sila tersebut. Bagaimana dengan 7 perintah di Pertanian Binatang, dimana
tiudak semua warganya melek membaca? Sebagian besar diantara mereka hanya
memiliki semangat yang mereka mengerti yang ada dalam lagu kebangsaannya yaitu
Binatang Inggris.
Dalam perjalanan kemerdekaannya, para binatang ini memiliki
tokoh-tokoh yang dianggap mampu memberi perintah, memikirkan rencana ke depan,
mengorganisir ladang, hasil panen, hingga rencana masa pension para binatang. Sayangnya,
tokoh-tokoh ini memiliki sudut pandang yang berbeda, hingga muncul
pengkhianatan, penyelewangan, dan pembunuhan antar sesama binatang, yang
sebenarnya menjadi salah satu perintah dari pertanian Binatang ini.
Menikmati kelanjutan kisah ini, saya sesekali menjadi
trenyuh atas penggambaran yang begitu detil dari Orwell pada manusia yang
diwakili para binatang. Tokoh-tokoh semacam Boxer yang kuat, setia tapi bodoh ,
Napoleon yang licik (nama ini kayaknya ngga ada bagusnya deh ya), Squealer yang licin
memelintir kebenaran, Snowball yang abu-abu,
dan banyak sekali wakil-wakil sifat manusia yang ditampilkan disini. Bisa dibayangkan,
buku ini ditulis tahun 1944, lebih dari setengah abad berlalu, ternyata sifat
manusia masih tidak berubah, bahkan lebih buruk. Politik Negara dimana-mana
selalu diwarnai pertikaian yang berakhir dengan mundurnya atau parahnya
menghilangnya salah satu tokoh yang kalah. Entah apalagi yang akan terjadi
setengah abad yang akan datang. Sepertinya kita butuh Orwell baru untuk membaca
masa depan, seperti yang ia lakukan di bukunya 1984. Ah, jadi pengen baca buku itu,
demi membuktikna ramalan Orwell, selain Animal Farm.
Sebagai penutup, saya suka dengan quote epic berikut yang
sayangnya diucapkan oleh oknum paling licin di novel ini:
“…Jangan dibayangkan, kawan-kawan, bahkwa kepemimpinan merupakan suatu kesenangan! Kebalikannya, kepemimpinan merupakan suatu tanggung jawab yang berat dan mendalam. Tak ada satupun bianatang yang percaya lebih tegas dari ini bahwa semua binatang adalah sederajat…” (hal. 84)
“Disiplin, kawan. Disiplin besi! Itu adalah semboyan untuk hari ini...” (hal. 85)
Dan, seperti yang sudah saya bayangkan, novel ini telah
difilmkan beberapa kali. Dan ini adalah salah satu trailernya yang pengen
banget saya tonton, nanti jika ada kesempatan :)
wah saya juga bingung nulis reviewnya buku ini:D
ReplyDeletemungkin dengan nonton filmnya.jadi lebih ngerti, hehehehe
Wah, masak sih, sekelas bang Epi juga bingung nulis review buku ini? Kalo aku kan emang otak teflon, bang :D
Delete