Little Princes by Conor Grennan + Tebak Santa 2015
Paperback 460 pages
Published by Penerbit Qanita, February 2015
Penerjemah: Eva Y. Nukman
Rating: 4.5/5
Jika ingin membaca kisah tentang kepahlawanan, rasanya buku
perjalanan seorang Conor ini adalah pilihan yang tepat. Kau akan ternganga
antara kagum, ngeri sekaligus gemas, merasa sedih hingga sesak napas dan di
saat yang sama tersedak karena geli luar biasa. Ramuan yang kompleks untuk
sebuah buku dibawah 500 halaman.
Conor memulai perjalanan kepahlawannya ini dengan tujuan
keliling dunia, dan mampir ke Nepal demi puja puji dari teman-temannya. Siapa
sangka jika ia kemudian jatuh cinta jungkir balik dengan Negara yang saat itu
tengah dilanda konflik perang saudara. Perjalanan Conor membawanya menjadi
seorang sukarelawan di sebuah panti asuhan bernama Little Princes. Disana ia
bertemu dengan 18 anak yatim piatu yang dibiayai perusahaan nirlaba demi memberi
tempat nyaman dan pendidikan bagi anak-anak korban perdagangan selama terjadi
perang di Nepal. Adalah sosok antagonis, Golkka, penjual anak-anak dari sebuah
desa terpencil, Humla, yang memberi janji muluk-muluk membawa anak-anak
keluarga miskin untuk diselamatkan dari pemberontak Maois, dengan sejumlah
uang, yang kemudian ia jual pada orang-orang atau, lebih parahnya, ia telantarkan
begitu saja di Kathmandu. Lebih dari 400 anak telah ia renggut dari pelukan
orangtua mereka, bahkan ketika mereka masih sangat muda hingga mereka nyaris
tak mengenal nama desa bahkan nama orangtua mereka. Pahit sekali.
Dibutuhkan beberapa kali kedatangan bagi Conor untuk meyakinkan dirinya benar-benar
merasa bahwa Nepal adalah rumahnya. Keterikatannya pada anak-anak yang pernah
ia janjikan sebuah tempat yang nyaman, tak berjalan sesuai dengan janjinya.
Dalam kondisi bokek parah, ia menggalang dana dengan cara apa saja yang bisa
membawanya kembali ke Nepal, dan menemukan 7 anak hilang dan mendirikan panti
asuhan. Terseok-seok dan jatuh bangun ia dalam usahanya ini bersama Farid,
warga Perancis yang mempunyai keterikatan yang sama pada Nepal. Tekadnya
mengumpulkan ketujuh anak hilang ini mendapat sambutan yang sangat baik dari
pejabat setempat, pejabat yang sebenarnya tidak terlalu penting namun usahanya
sangat luar biasa. Dia adalah Gyan dari Dewan Kesejahteraan anak Nepal (eh,
jadi kepo, apakah di Negara kita ada dewan semacam ini, selain organisasinya
Kak Seto ya? #seriusnanya). Gyan ini dengan gayanya yang lembut namun tegas dan
bersungguh-sungguh, selalu dapat diandalkan, meski awalnya terkesan pemberi
harapan palsu, bagi saya yang cukup mengenal janji-janji para pejabat di negeri
sendiri…hikssss… saya berpikir, bahwa
banyak pejabat seperti Gyan, apakah ia mengurusi kesejahteraan anak atau tidak,
bakal berterima kasih tak terhingga dengan apa yang dilakukan oleh Conor dan
Farid, serta banyak warga asing lainnya yang berkecimpung dalam penyelamatan
anak-anak di Nepal.
Tekad menemukan ketujuh anak hilang ini berkembang menjadi
misi menemukan para orangtua yang kemungkinan besar merindukan dan berharap
cemas akan keberadaan anak-anak mereka setelah mereka menyerahkan anak-anak
mereka pada seseorang yang tidak mereka kenal dua hingga tiga tahun lalu. Maka
dimulailah perjalanan berliku menuju dewa Humla, desa sebagian besar anak-anak
Little Princes berasal, dan anak-anak dari Kelompok Tujuh (julukan buat ketujuh
anak hilang). Medan yang berat karena terletak di pegunungan Karnali, dengan
latar belakang gunung Himalaya, ancaman badai salju yang bakal datang kapan
saja, hingga sisa-sisa pemberontak Maois yang bisa saja muncul sewaktu-waktu
mencegat rombongan kecil Conor.
Saya pertama kali tertarik membaca buku ini ketika saya
membaca kisah perjalanan Agustinus Wibowo, Titik Nol. Waktu itu, Gusweng juga
menceritakan kisah dramatisnya yang nyaris kehilangan nyawa ketika ia berada di
Nepal. Saya berpikir, Nepal ini memang sebuah tempat magis dengan daya tarik
tidak hanya Gunung Himalaya-nya, tetapi juga kebudayaan hingga masyarakatnya
yang unik. Awalnya, saya bakal berharap
bakal disuguhi kisah menyedihkan sejak awal, namun ternyata saya justru merasa
cukup sebal dengan Conor ini dengan kenarsisannya hahaha… Bahkan ada satu
review di Goodreads yang juga memberinya rating satu karena sebal dengan
ke-aku-annya. Well, saya cukup tersendat di awal, hingga berpikir mencari
hiburan bacaan lain di sela-sela membaca ini. Tapi ketika kisah mulai merambah
pada misi kemanusiaannya, dan gaya bercerita yang tadinya terasa konyol menjadi
semakin berbobot dan berkali-kali saya tersedu dan di lembar berikutnya saya
ngakak-ngakak, saya mulai tak bisa melepaskan buku ini. Kisah perjalanan Conor
ini tidak hanya perjalanannya secara fisik dalam pencariannya terhadap Kelompok
tujuh serta misi mempertemukan anak-anak-orangtua, tapi juga menjadi perjalanan
rohaninya dan Farid. Pertemuannya dengan Liz, sesama sukarelawan anak-anak
meski di tempat yang berbeda, mendekatkannya pada iman yang selama ia
tinggalkan—iman yang waktu itu masih berbalut misi pedekate pada Liz hahaha… Tak
jarang saya ngakak dengan kekikukan Conor, an American yang susah menyatakan
isi hatinya pada gadis pujaannya. Hubungan mesranya pada anak-anak serta
keterikatannya yang luar biasa pada mereka membuat saya tersentuh. Saya
bersyukur, ada banyak orang-orang seperti Conor, Farid, Jacky, Viva, Liz dan
tentu banyak sekali para sukarelawan di luar sana yang mengabdikan diri mereka
pada misi kemanusiaan. Apakah mereka terinspirasi pada kisah-kisah yang mereka
baca, seperti Bunda Teresa, atau mereka secara tak langsung melihat, merasakan
hingga menumbulkan empati yang luar biasa hingga meninggalkan zona nyaman
mereka. Saya pribadi hanya cukup mendoakan mereka supaya segala yang mereka
lakukan membuahkan hasil dan mendapat ganjaran setimpal serta kebahagiaan lahir
batin.
PS: bisa dicek blog yang ditulis oleh conor Grennan di http://conorgrennan.com/little-princes/ atau bisa juga diliat vidoenya yang diunggah di Youtube:
PS: bisa dicek blog yang ditulis oleh conor Grennan di http://conorgrennan.com/little-princes/ atau bisa juga diliat vidoenya yang diunggah di Youtube:
Saatnya menebak Santa sayaaa….
Seperti yang sudah saya post disini, saya sebenarnya
mendapatkan dua buku, namun ternyata saya masih menyelesaikan satu buku dulu. Buku
satunya, All Our Yesterdays, sudah terbuka sampulnya, terbaca beberapa lembar,
dan kemudian perhatian teralihkan ke Ijak…hahahaha…
Sesuai dengan clue-nya, saya tulis ulang yaaa
From Vampire Assistant
Pallaskenry, Munster
County Limerick, Ireland
Begitu terima paket, saya buru-buru mencari siapa itu
vampire assistant. Karena belum pernah membaca karya si Vampire Assistant ini
(errrr…saya jangan digetok yaaa, Santa J),
maka saya ngga punya clue siapa itu Vampire assistant. Setau saya keluarga Cullen
ga punya assistant rumah tangga deh…. Huakakaka…. Begitu nyari kata kunci
Vampire Assistant, saya langsung diarahkan mas Google ke satu nama penulis, dan
seterusnya, alamat dan sebagainya mengacu pada satu penulis: DARREN SHAN. Meski
belum pernah membaca karyanya, nama penulis ini wara wiri di status update
salah satu teman Facebook saya yang rupanya head over heals nge-fans sama
penulis yang tinggal di County Limerick, Ireland. Maka, saya pun HAQQUL YAQIN,
bahwa Santa saya yang baiiikkk banget ini adalah:
MARYANA ULFAH AS RORO
Ketika Maryana ini masuk di grup Whatsapp BBI Nusa, saya
sudah gatel menyapa, Halo, my Santaaaa… hahaha… Tapi kan waktu itu belum
waktunya nebak Santa hahaha…
Sekali lagi, makasiihh banget buat kadonya ya, Maryana. Semoga
bisa jadi Santa saya lagi di ujung tahun ini. Clue-nya nyerempet Darren Shan
lagi, boleh loooo…. :D
Dih mbak Lila, rikues santanya apeu banget :))
ReplyDeleteBtw buku ini ternyata ninfiksi ya. Aku liat covernya selama ini dan mikir ini fiksi
Eh, kenapa sama buku ya,Wi? Bagus kookkk... :D
DeleteAku baca repiu nya mbak merinding. Buku Qanita rata2 buku setipe ini ya mbak Lil?
ReplyDeletebeneran deh, aku kira ini juga fiksi mbak
Wah, aku ga tau kalo terbitan Qanita rata2 begini, Sasti. Mungkin kali yaaa...
DeleteBaca aja, biar sekalian merinding diskonya hahahahaha...
dan aku nebak maryana jadi santa aku.. hiks salah yah #lemes
ReplyDeletehahahahaha
Masak Maryana jadi santa dua orang, mute? #inosen...
ReplyDeletekovernya 'bicara'
ReplyDeleteselamat sudah nerima kado dari asisten vampir, mbk XD
jelas deh kalo asisten vampir #kibasrambut yang beneran cinta mati sama om Shan ya itu mary :D
ReplyDeleteIni sih sudah pasti sejelas - jelasnya Maryana, hahahahaha.
ReplyDeleteDia kalau ama Darren Shan kan udah ngefans banget :))
waaah pas banget tebakannya ya sepertinya :D btw bukunya bagus ya kayaknya. model2 three cups of tea gitu ya? Tapi yang ini beneran non fiksi hehe
ReplyDeleteBelum baca three cups of tea... Masukin wishlist deh... :D
DeleteTampaknya semuanya tahu kalau santanya Kak Lila itu aku XD
ReplyDeleteHai kak Lila, senang mengetahui kalau kak Lila suka hadiahnya...
Well, aku perlu lama untuk mikirin riddle. Salah satu alasan aku tak ikutan SS 2014 adalah karena gak bisa bikin riddle XD Tapi pas tahun 2015 aku sempet iseng pake alamat Shanville (nama rumah Darren Shan) dan kepikiran buat jadiin riddle.
Clue nya sih emang cuma Darren Shan. Karena kulihat, anak BBI yang punya hubungan erat sama dia itu ya aku XD. Oh iya, kalau kak Lila ketikin "Darren Shan BBI" di google, postingan anak BBI yang pertama muncul adalah postinganku :)
Ngomong apa lagi ya XD
Well, semoga suatu saat kak Lila akan baca buku Darren Shan....
*balik ke Shanville*
Waaaa... Santaku sudah muncullll... Tengkiu hadiahnya ya, Maryana, en easy riddle-nya hahaha... Ayo sini, boleh lo kirim bukunya om Shan ke aku hihihi... #ngelunjak...
ReplyDeleteAku kok ngelihat covernya agak horror. -.-
ReplyDelete