Characters in A Tree Grows in Brooklyn
Poster filmnya yang diambil dari IMDB
Selama membaca, saya mempunyai bayangan untuk menuliskan
beberapa karakter dalam novel ini. Sekecil apapun perannya di novel ini,
semuanya diberi porsi penting oleh Betty Smith, si penulis.
Oya, sebagai peringatan, penulisan karakter ini, bisa dianggap
spoiler. Jadi jika tak mau terlalu ‘memakan’ spoiler, silakan berhenti saja
sampai disini membaca posting ini :D
Katie Nolan
Sebelum menikah dengan Johnny Nolan, Katie yang memiliki
nama asli Katherine Rommely. Lahir dari ibu Austria, keluarga Rommely adalah
pendatang di Negara setempat. Mary, ibu Katie, memiliki 4 anak perempuan, yang
semua ia didik dengan keras, hingga membentuk kepribadian seperti mereka ketika
dewasa. Kemiskinan telah menghimpit mereka semenjak Katie kecil, hingga ia
menikah. Wataknya yang keras, tapi lembut tehadap anak-anaknya adalah cerminan
bahwa ia tak ingin anak-anaknya menjadi seperti dirinya. Sebagai istri Johnny
Nolan yang tak memiliki pekerjaan tetap, ia bekerja sangat keras menjadi tukang
bersih0bershi flat0flat di sekitarnya. Meski demikian, ia memimpikan pendidikan
tinggi bagi putra-putrinya. Sebagai anak, ia sangat berbakti pada ibunya. Nasihat
yang terdengar cukup mustahil pun ia lakukan; membaca dua buku wajib setiap
hari: Bible dan karya-karya Shakespeare, dan menyimpan kaleng berisi receh sen
di kolong lemari meski setiap hari mereka harus berjuang mendapatkan sen demi
sen. Sebagai wanita yang dewasa di saat itu, Katie juga cukup memiliki pikiran
modern, selain menginginkan pendidikan tinggi bagi anak-anaknya, bahkan untuk
Francie, ia juga cukup menjadi konsultan yang baik ketika Francie menginjak
dewasa, menjelaskan bagaimana dan dari mana bayi lahir, meski ia sedikit
khawatir dengan beberapa istilah yang ia anggap kotor. Katie juga bisa menjelma
menjadi induk yang ganas ketika anaknya terancam bahaya. Ia berhasil menembak
seorang laki-laki kurang ajar yang nyaris mencabuli Francie. (saya cukup tegang
pada bagian ini. Akankah Katie berhasil membunuh laki-laki cabul itu?)
Johnny Nolan
Bertampang ganteng dan bersuara emas. Kalo dipikir-pikir,
kenapa nasib buruk selalu berada di pihak Johnny kecuali ketika ia mendapatkan
Katie? Ia bisa jadi penyanyi di kafe-kafe atau bar setempat, atau lebih bagus
menjadi actor di masa itu. Kemampuannya berdansa juga menjanjikan karir yang
bagus. Sayangnya, keluarga Nolan yang semuanya pria, mempunyai kebiasaan buruk,
yaitu minum hingga mabuk. Hampir semua keturunan Nolan mati muda, dengan
penyebab yang sama, mabuk. Meski dikenal tukang mabuk namun Johnnya adalah ayah
yang baik, terutama bagi Francie yang merasa ibunya lebih sayang pada adiknya. Dengan
akal cerdiknya, ia bisa memindahkan Francie ke sekolah yang ia inginkan, meski
sekolah pada waktu itu hanya menerima murid dari rumah di sekitar sekolah setempat.
Kisah-kisah yang diceritakan Johnny pada Francie, menjadi kenangan sekaligus
inspirasi bagi Francie ketika ia dewasa.
Francie Nolan
Sejak kecil, kemiskinan sudah menjadi temannya. Ketika teman-temannya
saling berkumpul, ia hanya bermimpi memiliki satu atau dua orang teman yang
sayangnya tak ada yang mau berteman dengannya. Hiburannya adalah membaca sambil
duduk di tangga rumahnya, dinaungi pihon besar yang tumbuh di halaman flatnya. Buku-buku
yang ia baca, semuanya klasik dengan jumlah halaman yang membuat saya berpikir
berapa kali untuk membacanya hahahaha… Francie, memiliki sifat-sifat keras
mirip ibunya, Katie, yang mungkin inilah yang membuatnya mereka terkadang
kurang akur. Berbeda dari Katie, yang benci dengan kata ‘donasi’ atau ‘bantuan’,
Francie, beberapa kali memanfaatkan donasi ini demi keinginannya sendiri,
bahkan ia tak segan melakukan kebohongan yang ia bawa berhari-hari hingga ia
akhirnya tahu bahwa itu ternyata bukan kebohongan (ia mengaku bernama Mary demi
mendapatkan boneka bernama Mary yang ternyata ia akhirnya tahu bahwa nama
baptisnya ternyata adalah Mary, nama neneknya). Kecerdasannya, kegigihannya dan
kecintaannya pada keluarga membentuk karakter Francie, yang sangat berbeda dari
gadis-gadis seumurnya.
Cornelius Nolan atau Neeley
Ia lahir satu tahun setelah Francie lahir. Ia mungkin adalah
satu-satunya teman Francie di segala suasana, alih-alih teman perempuan di luar
flatnya. Berbeda dengan Francie, Neeley berteman dengan bocah lain sama
gampangnya dengan Johnny dipecat dari pekerjaannya. Ia belajar dan bekerja sama
kerasnya dengan Francie. Ia memiliki sebagian sifat-sifat dan bakat ayahnya,
penyayang keluarga serta memiliki suara yang bagus. Ketika ia berusia empat
belas, ia juga bekerja di bar, bermain piano dan menyanyi. Kata Francie, yang
membedakan Neeley dengan ayahnya adalah, Johnny menyanyi untuk orang lain,
menyanyikan lagu-lagu untuk orang lain, sementara Neeley menyanyi dan bermain
piano untuk diri sendiri di tempat umum.
Bibi Sissy
Seperti yang saya tulis di review, bibi Sissy ini memiliki
sifat-sifat unik yang terkadang kocak tak berkesudahan. Di sisi lain, ia memiliki
masa lalu yang kurang menyenangkan. Ia menikah tiga (atau empat kali ya?), dengan pria-pria yang ia panggil John—tak
peduli siapa nama asli mereka, yang
memberinya bayi-bayi yang mati ketika mereka lahir. Bibi Sissy adalah penggemar
anak-anak Katie, hingga kasih sayangnya tak bisa diukur lagi. Ia pernah (tak)
berniat mencuri sebuah sepeda anak-anak demi menyenangkan keponakannya. Ia rela
adu ngotot pada tetangga, yang justru membuat keluarga Nolan ini harus pindah
ke kompleks baru. Tubuh seksi dan kerlingan genitnya juga menyelamatkan Francie
dari bully guru kelasnya di sekolah yang lama. Tak terhitung berapa banyak yang
sudah dilakukan Sissy demi keluarga Nolan yang tak diketahui oleh Katie atau
Johnny, hanya Francie yang tahu.
Nenek Mary Rommely
Berhati emas dan baik hati, Mary bertemu jodohnya di tanah
yang baginya asing. Thomas Rommely adalah pria jelmaan iblis, menurutnya
sendiri dan menurut Mary, yang begitu kejam padanya. Mary adalah sosok relijius
yang sangat percaya takhyul hingga jampi-jampi. Berbahasa Inggris patah-patah,
ia ngotot semua anaknya harus berbahasa Inggris dan melupakan bahasa Jerman
yang merupakan peninggalan Thomas. Kemiskinan yang ia alami sebagai pendatang
membuatnya tangguh yang kemudian ia tularkan pada anak-anaknya. Nasihatnya pada
anak-anaknya terutama pada Katie merupakan hal-hal yang ia lakukan juga selagi
muda, kecuali membaca Bible dan Shakespeare karena ia buta huruf. Ia yakin
anak-anaknya juga cucunya akan mendapat kehidupan yang lebih baik karena mereka
berpendidikan. Sebuah pemikiran yang luar biasa bagi seorang wanita pada waktu
itu.
Well, sebenarnya masih banyak sekali karakter menarik yang
ada di novel yang terbit pertama tahun 1940 ini. Tapi saya menganggap 6
karakter di atas yang paling mempengaruhi kehidupan Francie khususnya dan
keluarga Nolan pada umumnya. Nenek Mary dan bibi Sissy selalu ada ketika
keluarga Francie mendapat masalah. Mereka membantu tidak dengan kekuatan magis
atau uangnya, karena mereka sama miskinnya, melainkan mereka ada ketika masalah
menimpa. Dan itu cukup.
Terakhir, membaca novel ini, saya sekaligus serasa membaca
banyak karakter yang kompleks dengan segala sisinya. Betty Smith tidak melulu
menggambarkan protagonist yang selalu baik, dan pendukung karakter lain tidak
kalah menariknya. Hanya sekedar pemeran lewat, seperti Joanna, tetangga
Francie, yang hamil dan kemudian harus menanggung bayinya sendiri pun, cukup memberi
pengaruh bagi cara berpikir Francie ketika ia cukup dewasa.
Dan inilah profil penulis buku A Tree Grows in Brooklyn,
yang saya ambil dari Goodreads
Betty Smith (AKA Sophina Elisabeth Wehner): Born- December
15, 1896; Died- January 17, 1972
Born in Brooklyn, New York to German immigrants, she grew up poor in Williamsburg, Brooklyn. These experiences served as the framework to her first novel, A Tree Grows in Brooklyn (1943).
After marrying George H. E. Smith, a fellow Brooklynite, she moved with him to Ann Arbor, Michigan, where he pursued a law degree at the University of Michigan. At this time, she gave birth to two girls and waited until they were in school so she could complete her higher education. Although Smith had not finished high school, the university allowed her to enroll in classes. There she honed her skills in journalism, literature, writing, and drama, winning a prestigious Hopwood Award. She was a student in the classes of Professor Kenneth Thorpe Rowe.
In 1938 she divorced her husband and moved to Chapel Hill, North Carolina. There she married Joseph Jones in 1943, the same year in which A Tree Grows in Brooklyn was published. She teamed with George Abbott to write the book for the 1951 musical adaptation of the same name. Throughout her life, Smith worked as a dramatist, receiving many awards and fellowships including the Rockefeller Fellowship and the Dramatists Guild Fellowship for her work in drama. Her other novels include Tomorrow Will Be Better (1947), Maggie-Now (1958) and Joy in the Morning (1963).
Born in Brooklyn, New York to German immigrants, she grew up poor in Williamsburg, Brooklyn. These experiences served as the framework to her first novel, A Tree Grows in Brooklyn (1943).
After marrying George H. E. Smith, a fellow Brooklynite, she moved with him to Ann Arbor, Michigan, where he pursued a law degree at the University of Michigan. At this time, she gave birth to two girls and waited until they were in school so she could complete her higher education. Although Smith had not finished high school, the university allowed her to enroll in classes. There she honed her skills in journalism, literature, writing, and drama, winning a prestigious Hopwood Award. She was a student in the classes of Professor Kenneth Thorpe Rowe.
In 1938 she divorced her husband and moved to Chapel Hill, North Carolina. There she married Joseph Jones in 1943, the same year in which A Tree Grows in Brooklyn was published. She teamed with George Abbott to write the book for the 1951 musical adaptation of the same name. Throughout her life, Smith worked as a dramatist, receiving many awards and fellowships including the Rockefeller Fellowship and the Dramatists Guild Fellowship for her work in drama. Her other novels include Tomorrow Will Be Better (1947), Maggie-Now (1958) and Joy in the Morning (1963).
0 Response to "Characters in A Tree Grows in Brooklyn"
Post a Comment