Sebatang Pohon Tumbuh di Brooklyn by Betty Smith
Paperback 664 halaman
Published Januari 2011 by Gramedia Pustaka Utama
Penerjemah: Rosemary Kesauly
Rating 5/5
Sudah lama sekali saya tidak membaca novel epic macam novel
yang satu ini. Terhitung setelah saya menuntaskan bacaan The House of The
Spirit beberapa waktu lalu. Dengan adanya tantangan bacaan dari Bzee dari blog
bacaanbzee.wordpress.com, saya mendapat tantangan membaca buku yang ketimbun
belum ada setahun ini. BELUM ADA SETAHUN!!! HAH, seolah saya ini orang suci
dari mana hingga buku ketimbun belum setahun bisa sedikit mengangkat dosa-dosa
saya wkwkwkwk..
Well, enough said… Saya menyanggupi tantangan Bzee, dan saya
pun melewati tenggat yang sudah ditentukan. Tapi saya masih meneruskan kisah
klasik ini karena sudah kepalang tanggung juga :D
Novel berlatar belakang Brooklyn ini berpusar pada kehidupan
Mary Frances Nolan alias Francie, keluarganya, dan keluarga keluarganya; Paman,
bibi, Nenek, Nenek dari ayahnya, hingga tetangga sekitar dan sekolahnya serta
mimpi-mimpinya. Semua hal kompleks yang terjadi di Brooklyn dikisahkan dari
kacamata Francie.
Terbagi dalam 4 bab, bab pertama berkisah tentang Francie
yang waktu itu berusia 10 tahun. Francie menceritakan kehidupan keluarganya
yang miskin hingga ia dan adiknya Cornelius Nolan alias Neeley, harus
mengumpulkan rongsokan yang kemudian mereka jual kembali. Saking miskinnya,
mereka harus menghangatkan kopi yang sudah jadi, berebut makanan setengah basi
dari toko terdekat hingga makan apel setengah busuk. Setiap kali Francie
mengisahkan makanan di keluarganya, saya jadi ingat makanan sisa di rumah saya
yang kadang terlupakan begitu saja hingga membusuk. Sementara keluarga Nolan,
begitu bersyukur akan adanya makanan setengah basi yang masih harus mereka tebus
dengan beberapa sen atau beberapa penny. Hiburan murah meriah bagi penduduk
pemukiman kumuh Brooklyn ini adalah rombongan musik yang datang seminggu sekali
dan menerima bayarannya dari koin-koin yang dilemparkan. Francie sempat
berpikir untuk menjadi anggota rombongan music ini jika ia besar nanti.
Mendapatkan uang serasa begitu mudah tanpa harus mengumpulkan rongsokan atau
bekerja keras seperti ibunya atau ayahnya yang setengah pengangguran.
Bab dua menceritakan sedikit flashback dengan adanya kisah
tentang pertemuan ayah ibunya, John Nolan dan Katie Rommely. Mereka masih
sangat muda ketika mereka menikah dan tinggal di perumahan kumuh di salah satu
sudut di Brooklyn. Francie juga menceritakan bibi-bibinya dan paman-pamannya
yang unik. Bibi Sissy sangat simpatik meski terkadang unik dengan caranya
sendiri, ia menjadi pahlawan bagi keluarga Francie. Dari sekian saudara ayah
ibunya, Paman Willie-lah yang paling konyol, meski kadang bibi Sissy juga
kocak. Pekerjaan paman Willie sebagai pesuruh yang mengendarai kuda, ia harus
bermusuhan dengan kuda yang ia tumpangi. Tak jarang ia mendapat tendangan dari
si kuda :D. Nenek Rommelly, ibu Katie-lah yang bisa jadi membentuk karakter
Katie yang tangguh yang kemudian menurun ke Francie.
Bab dua ini mengambil porsi terbesar dari keseluruhan bab di
novel ini. Kisahnya sangat kompleks dengan pasang surutnya kehidupan keluarga
Nolan. Francie dan Neeley mulai masuk sekolah. Katie sengaja memasukkan
keduanya di tahun yang sama sebagai siasat mereka akan saling menjaga jika
terjadi sesuatu pada mereka. Sayang, Francie memilih pindah sekolah karena ia
merasa guru yang mengajarnya di kelas pilih kasih hingga ia yang cemerlang
tidak pernah mendapat kesempatan mendapat perhatian dari gurunya.
Kondisi politik pada saat itu juga sekaligus mempengaruhi
Negara setempat. Hak memilih yang hanya dimiliki kaum pria sangat diharapkan
oleh Johnny untuk mengubah nasib keluarganya. Sayangnya, tak ada yang berubah.
Jahnny, si jago menyanyi yang sekaligus tukang mabuk tetap harus menunggu pekerjaan
di Serikat Buruh, Katie tetap bekerja sebagai tukang bersih-bersih, dan
anak-anak mereka yang tetap hidup seadanya dan makan seadanya. Bahkan perang
mengintai, mengintip para pria dan anak-anak laki-laki yang bisa saja
diberangkatkan ke medan perang.
Bab tiga adalah permulaan baru bagi Francie dan Neeley yang
telah lulus sekolah dasar. Francie yang bermimpi melanjutkan sekolahnya, harus
menelan keinginannya. Ia harus bekerja. Bekerja serabutan yang bisa
menghasilkan dollar bagi keluarganya. Pekerjaan-pekerjaan inilah yang nanti
membawa Francie ke pekerjaan kerah putih meski ia hanya memegang ijazah SD. Kegemarannya
membaca mendapat penyaluran yang luar biasa di pekerjaannya sebagai pembaca koran.
Dalam sehari ia bisa membaca lebih dari seratus koran. Berbagai informasi dari
segala penjuru negeri, ia lahap setiap hari. Tak ada yang tak ia ketahui,
kecuali kapan perang akan mulai.
Bagian akhir bab empat bisa dibilang sebagai klimaks dari
segala kisah keluarga Nolan. Kehidupan membaik. Hubungan keluarga semakin
menghangat. Segala kepayahan, kemelaratan masa lalu menjadi bayang-bayang
kenangan yang mewarnai masa kecil Francie-Neeley, masa muda Katie, dan masa
sekarang yang lebih baik bagi mereka.
Well, saya berusaha untuk tidak menebar spoiler di review
ini, meski yah, saya menceritakan sebagian kecil hal penting yang mungkin bisa
dianggap spoiler. Untuk kisah drama keluarga semacam ini, akan sulit sekali
menulis review tanpa spoiler. Tapi percayalah, dari 664 halaman novel, bocoran
ini hanya seperti butiran debu saja :D . Ada beberapa pertanyaan yang
mengganjal akan masa puber Francie yang sangat sayang dilewatkan, tapi ternyata
buku ini selesai ketika Francie tengah mengalami masa remaja. Apa boleh buat.
Membaca buku ini, membuat saya mengerti keadaan Amerika di
tahun 1900-1918, era di mana Francie tumbuh. Meski kehidupan Francie lebih
banyak ia habiskan di Brooklyn, kondisi politik pada wkatu itu, kehidupan
social para penduduk setempat tergambar sangat jelas. Kemiskinan yang dialami
keluarga-keluarga di sekitar keluarga Nolan, hingga membuat penulis, Betty
Smith, selalu detil menuliskan harga barang-barang atau makanan yang dikonsumsi
pada waktu itu. Segala sen, penny, nickel hingga dollar, menggambarkan betapa
sulit mengumpulkan sekian sen hingga menjadi penny, nickel dan dollar. Harga
barang satu dollar adalah barang yang pasti mewah, atau pelayanan satu dollar
yang bagi sebagian orang, tak terjangkau hingga memilih meninggalkan piano
kesayangan karena tak mampu membayar tenaga pindahan. Meski keluarga Nolan
sempat mengalami pindah rumah tiga kali, namun rata-rata mempunyai kehidupan social
yang hampir sama; hidup di pemukiman kumuh meski dengan pendapatan mingguan
yang berbeda, anak-anak yang bekerja, tukang gossip antar tetangga, hingga kaum
pendatang yang terkadang saling memaki satu sama lain. Hal-hal ini yang
mewarnai novel setebal 664 halaman yang saya selesaikan lebih dari sebulan
hahaha… Over all, this book is worth reading and collecting. Sayang, saya belum
berkesempatan menonton filmnya yang rilis dua kali di tahun 1945 dan tahun 1974, dengan bintang James Dunn, Peggy Ann Garner, Dorothy McGuire, dll. Sempat menonton
beberapa cuplikan di YouTube, menurut saya sih bagus, hanya karakter Francie dan
Neeley yang digambarkan kurus, terlihat tidak seperti anak keluarga miskin. Hahaha…
sudahlah, semoga saya bisa berkesempatan menonton filmnya dalam waktu dekat
hingga saya bisa membandingkan antara novel dan film.
Poster film-nya tahun 1945
Salah satu cuplikan dalam film A tree Grows in Brooklyn tahun 1945
0 Response to "Sebatang Pohon Tumbuh di Brooklyn by Betty Smith"
Post a Comment