Ookami Shoujo To Kuro Ouji by Ayuko Hatta
Judul asli: オオカミ少女と黒王子
Read scanlation only, 12 chapter/57 chapters
Rating 2,5/5
Belum kapok saya mengikuti segala manga yang bakal dibuat
live action-nya dengan bintang utama Kento Yamazaki hahaha… Sebelum saya
menemukan film berdurasi 116 menit di website donlot langganan, saya sempat
menimbun manga-nya di hp. Dan baru saya buka dan baca setelah film-nya saya
selesai donlot. Saya membaca manga-nya terlebih dulu sebenarnya demi
mendapatkan feel-nya untuk beberapa karakter utamanya dan sekaligus
membandingkan antara manga dan live-action-nya. Tapi ternyata saya justru
membandingkan kisah romans ini dengan kisah lainnya, alih-alih tujuan utama
saya :D
Kisah berpusat pada Erika Shinohara yang lingkungan teman
sekelasnya sudah memikili pacar hingga ia menjadi outsider jika ia tak punya
pacar juga dan berbagi kisah romantic dengan teman-temannya. Erika sendiri
sebenarnya memiliki sahabat dekat, San-chan (saya lupa nama lengkapnya), yang
sayangnya bersekolah di tempat lain. San-chan ini menjadi teman curhatan bagi
Erika. Erika sendiri karena takut menjadi outsider di lingkungannya, ia
mengarang cerita tentang sosok pacar khayalannya, tiap kali telponnya berdering,
dia lari terbiriti-birit menjauh dari teman-temannya dengan sebelumnya
mengatakan bahwa itu pacarnya yang menelpon. Setelah beberapa saat bercerita
tentang pacar khayalannya, akhirnya tiba saatnya para teman Erika ini curiga,
karena mereka sama sekali tak tahu nama si pacar, apalagi potonya. Nah, inilah
topik utamanya.
Karena kepepet, Erika dengan ngawurnya memotret cowok cakep
lewat dengan ponselnya dan menunjukkannya pada geng-nya. Masalah selesai? Oh,
tentu belum. Justru masalah baru saja mulai. Si cowok ini ternyata anak popular
dari kelas 8 (saya ngga tau si Erika ini kelas berapa), kemana-mana ia selalu
dikuti gadis-gadis yang antri menjadi pacarnya. Disini saya merasa lelah,
heran. Jika si cowok yang bernama Sata Kyouya ini benar anak nggantheng dengan
deretan cewek ngantre, bagaimana mungkin Erika tidak tahu? Apa dunianya hanya
dipenuhi fantasi cowok khayalan saja hingga ia lupa tengok kanan kiri, atau
paling tidak mendengar gossip tentang Kyouya? Sudahlah, biarlah Erika menggali
lubang malunya sendiri. Tak lama begitu ia menunjukkan foto Kyouya, para
temannya langsung menggruduk kelas Kyouya mencari kejelasan. Jeng jeng…. Apa
yang dilakukan Erika? Surprisingly, setelah mendengar kisah sedih Erika
yang hidup tanpa pacar, Kyouya setuju menjadi pacar pura—puranya, dengan
imbalan tentu saja. Apa itu? Erika harus menjadi ‘wolf girl’-nya atau semacam
binatang piarannya. Ia harus manut pada tuannya, apa yang diperintahkan
tuannya, dimana dan kapan saja. JAHADDD…
Saya membayangkan saya bakal cekikikan membaca ini karena
idenya yang sebenarnya sangat klise, tentang gadis yang mengejar cowok
impiannya yang omongannya pedas bukan main, belum lagi sifat manisnya yang
selalu berakhir pahit. Tapi ternyata harapan saya tinggal harapan. Alih-alih
lucu, saya justru sedikit rancu dengan ilustrasi para karakternya. Sata Kyouya
yang berambut blonde di film, digambarkan berambut putih (karena manga tidak
berwarna), begitu juga dengan cowok brengsek sahabat lama Kyouya yang sebelumnya
terlihat tertarik pada Erika, ilustrasinya hampir mirip. Ditambah lagi satu
cowok yang baru muncul di chapter 11, Kusakabe-kun, an introvert, yang ternyata
diam-diam naksir Erika. Di live action-nya, Kusakabe ini digambarkan seperti nerd
dengan kacamata tebalnya dan rambut hitam hampir menutupi matanya. Beberapa kali
saya harus melihat lagi, meyakinkan siapa yang sedang berbicara dengan Erika?
Itu saja masalahnya? Enggg….hingga di chapter 8, saya mulai
bosan dengan segala yang Erika lakukan demi mendapatkan perhatian Kyouya. Mulai
dari menceritakan kebaikan-kebaikan Kyouya pada gang-nya, meski pada kenyataannya,
meski terkadang terlihat manis, tetap saja cowok macam ini seperti membawa bom
di tangannya. Ia bisa saja melemparkannya pada Erika. Saya juga mulai kesal
pada Kyouya yang mau-mau saja diajak sana sini oleh Erika, di acara liburan, diajak
foto bareng, makan ini itu, tapi ujungnya nyengak. Mulai gondok ketika Erika
menyadari kalo ia naksir setengah mati pada Kyouya dan ketika ia menyampaikan
perasaan hatinya, pahiiittt… Tapi konyolnya, besoknya mereka jalan bareng lagi?
Sedemikian muka temboknya kah si Erika ini hingga ia tahan menjadi ‘piarannya’
Kyouya demi menyelamatkan harga diri di depan teman-temannya yang berpacar? Haddeeehh…..
Daaannn…itulah alasan mengapa saya hanya bertahan membaca
manga ini hanya di chapter 13 saja. Saya tidak tahu apakah bakal ada
perkembangan karakter atau apa yang tidak hanya berpusar pada Erika dengan
cinta dambaannya saja. Kyouya sendiri sudah terlihat tertarik pada Erika, tapi
yah, biar dramatis, maka berlama-lamalah kisah ini pada cinta bertepuk sebelah
tangannya Erika. Dan dengan ini, saya pun menonton live action-nnya…
JENG JEEENGGG…. PINTU THEATER 3 SUDAH DIBUKAAAA…. :D
Daaannnnn…..apakah saya lebih menikmati live action-nya? Eeeehhhh….ternyata
saya sama bosannya wakakakakak…
Ehm, terus terang saya menonton ini demi Yamaken hahaha…
Wajah manisnya lebih menarik jika ia mulai senyum miring sinis dan nyengak
hahaha…. Karakternya selalu dapet banget tanpa harus memakai baju glamor, dia
memang selalu kelihatan stand-out. Tapi ternyata wajah manis Yamaken tetap saja
tidak mempengaruhi ceritanya yang klise dan nyaris tak ada humornya. Belum lagi
Erika yang sepanjang film memasang wajah antara heran, takut, bahagia, takjub,
dan berputar kembali ke heran, takut, dll. Satu sisi ia bahagia menemukan pacar
palsu yang popular, sisi lain ia takut jika para teman gang-nya tahu, takjub ketika
Kyouya mau-mau aja diajak ini itu, meski endingnyaaa…..air di gelas melayang ke
wajahnya… hahaha…. Serves him right. ;P
Di awal review ini saya mengatakan saya justru membandingkan
film ini dengan film lainnya, alih-alih perbandingan manga VS live action. Sepanjang
film saya teringat dengan Kurosaki-kun No Iinari Ni Nante Naranai. Kebetulan saya
membaca manga dan menonton live-action-nya. Berbeda dari Ookami ini, sepanjang
membaca manga Kurosaki, saya bisa ngakak-ngakak melihat aksi Kurosaki dan Yu
Akabane yang kocak. Belum lagi live-action-nya. Nana Komatsu lihai banget
memerankan karakter Yu Akabane yang kikuk tapi acting anti takut pada Kurosaki
yang brutal. Dari menit pertama, saya sudah ngga bisa menahan tawa melihat aksi
adu mulut yang sama sekali tidak seimbang antara Kurosaki - Yu. Sepanjang manga
dan film, Yu yang gondok sering kali menumpahkan kekesalannya di kamar mandi
atau ketika ia bersih-bersih alih-alih curhat ke sahabatnya (dia ngga punya
sahabat ding) atau nangis-nangis seperti Erika. Yu bertahan tanpa teman dekat
di sekolah barunya tanpa harus memaksa diri ke lingkungan pergaulan anak-anak
populer, Erika merasa takut bakal di-bully jika ketahuan ia tak punya pacar dan
zero experience about men. Helllowww…. Anak sekolah bukannya focus ke sekolah,
kenapa justru ke urusan pacar ya? Belum lagi urusan rencana-rencana Erika yang
ia buat layaknya pasangan betulan. Hey, are you being denial, Erika-chan? Wake uppp…
Yah, memang si penulis manga ini menakdirkan Erika memiliki nasib begini sih ya
hahahaha…
Well, to close this review, silakan bagi penyuka manga
romance untuk menikmati kisah klise ini dengan durasi yang berasa panjaaanggg. Saya
pribadi merasa buang-buang waktu ketika 13 chapter saya habiskan dengan kisah
macam begini. Mending saya baca Chihayafuru Kami no Ku yang live action-nya
sudah bisa dinikmati secara online. Ehya, buat penyuka Yamaken, silakan juga
ding. Dinikmati saja wajah manisnya, meski saya lebih suka ia jadi Kanata.
(kangen hamburger omelet-nyaaa) wkwkwkw…
wah ternyata bukan aku sendiri yg bosan sama manga-nya. sempet baca online sampe chap 8an juga kayaknya, lalu aku drop. terus ada temen yg ngasih anime-nya, dan akhirnya cuma nonton episode 1 langsung skip episode terakhir :D kalo LA sih belum nonton.
ReplyDeleteHihihi... aku sih klo sdh baca manga nya jarang nonton anime-nya, kecuali manga musikal.
DeleteTooossss sesama bosan dg Ookami... 😉