-->

Madness: Tales of Fear and Unreason by Roald Dahl


 Paperback 256 pages

Published February 28, 2017 by Michael Joseph

Rating: 4,5/5

Baru sekarang saya tahu sisi sangat gelap dari karya-karya Rold Dahl!

Dari buku-buku anak-anak saja sebenarnya saya sudah cukup mengenal betapa gelap dan 'sadis'nya cerita-cerita Dahl. Tapi cerita anak-anaknya selalu dibungkus dengan semacam pesan moral sehingga saya cukup maklum dengan 'kegelapan' ceritanya. Di buku ini saya menemukan betapa seorang Dahl dapat menangkap kegelapan sifat-sifat manusia yang tak pernah saya bayangkan. Saking gelapnya, hingga saya selalu gagal menebak akan dibawa kemana kesepuluh cerita-cerita pendek ini akan berakhir.

1. Edward The Conqueror (3/5*)

Membaca cerita pertama ini saja sudah membuat saya patah hati.

Edward Louisa adalah pasangan suami istri. Satu hari mereka menemukan seekor kucing yang kemudian dirawat dengan kasih sayang oleh Louisa. Edward lama-lama merasa terganggu dengan kehadiran si kucing. Dia ngga mau bersaing dengan seekor kucing untuk mendapat perhatian dari istrinya.

2. Katina (5/5*)

Yang ini lebih membuat saya patah hati, hingga mewek. Hiksss...

Cerita perang memang ngga pernah membawa dampak positif di kubu manapun. Sekilas saya teringat dengan kisah pribadi Dahl yang pernah ia tulis di bukunya Going Solo. Dahl pernah menjadi pilot sebuah pesawat tempur di masa mudanya. Dan ini adalah kisah seorang pilot yang menemukan Katina, gadis kecil yang negaranya tengah dijajah tentara Jerman. Katina yang marah setelah keluarganya menjadi korban perang, berlari menantang riuhnya pesawat tempur Jerman....

3. The Sound Machine (4/5*)

Dari sekian cerita pendeknya, ini yang agak 'melegakan'.

Dari cerita ini mungkin Dahl ingin menyindir para pembabat hutan tanpa ijin. Klausner menemukan sebuah mesin yang bisa menangkap gelombang suara yang tak bisa didengar oleh manusia. Ia bisa mendengar bagaimana sebuah dahan pohon terpotong secara tak sengaja. Lengkingan kesakitan membuatnya berjengit...

4. The African Story (3,5/5*)

Setelah agak 'lega' dengan cerita sebelumnya, kembali lagi dengan kegilaan manusia.

Cerita berlatar belakang perkebunan yang melibatkan dua orang, Judson si pemerah susu dan the old man. Judson sering merasa terganggu dengan suara kunyahan sapi yang sedang memamah biak. Saking ngga betahnya, sepertinya dia bisa melakukan apapun untuk menghentikan suara kunyahan itu. Tapi si old man sudah kadung melakukan sesuatu. Dengan bantuan ular mamba, Judson berhenti mengeluhkan suara kunyahan si sapi....

5. The Landlady (4/5*)

Cerita ini tak kalah ngerinya....

Billy Weaver sangat bersemangat dengan perjalanannya ke London. Billy tengah mencari penginapan bernama Bell and Dragon ketika ia menemukan sebuah penginapan lain. Tempatnya terlihat menarik, bersih dan biaya sewanya juga murah. Di tempat penginapan yang sepi itu ia bertemu dengan pengelola penginapan yang ramah. Tapi yang ganjil adalah penginapan itu terlihat sangat sepi. Bahkan di buku tamunya,  Billy hanya menemukan 2 nama yang menginap satu tahun lalu dan tiga tahun lalu. Nama-nama yang menurutnya pernah muncul di surat kabar, dan hilang....

6. Pig (5/5*)

Entah kenapa saya memberikan cerita ini 5 bintang meski endingnya membuat tubuh saya ngilu...

Lexington langsung menjadi yatim piatu begitu ia terlahir di dunia. Hanya selang beberapa hari setelah ia lahir, ayah ibunya mati. Lexington bayi kemudian diasuh bibinya yang sudah sepuh. Si bibi yang menganut vegetarian ini mengajarkan Lexington makan masakan tanpa daging selama kurang lebih 18 tahun kehidupannya. Si bibi tidak hanya mengajarkan makan makanan selain hewani tapi juga mengajarkan memasak. Lexington kecil menjadi sangat ahli dalam memasak. Tibalah hari ia memasuki dunia yang sebenarnya setelah si bibi meninggal. Lidahnya yang selama ini sangat akrab dengan makanan dari tumbuhan, tiba-tiba disuguhi dengan daging babi. Tak disangka, Lexington sangat menyukai rasanya, bahkan penasaran bagaimana makanan itu dibuat.

Untuk memenuhi hasrat penasarannya, Lexington mendatangi koki rumah makan, bertanya tentang daging, hingga mendatangi rumah pemotongan babi...

I swear, saya ngga nyangka endingnya bakal begini 🙄🙄🙄

7. The Boy Who Talked with Animals (4,5/5*)

Endingnya 'melegakan' meski diawali dengan kegetiran

Di sebuah pantai, sekumpulan orang-orang tengah menantikan hidangan istimewa dari seekor kura-kura raksasa yang terhitung langka dan sudah berumur sekian puluh tahun. Rasa panik dari seekor kura-kura ini ditangkap oleh seorang bocah yang sesuai dengan judul cerpennya, bisa ngobrol dengan binatang.

Berapa banyak hewan langka yang seharusnya dilindungi, berakhir di perut para pemuja hidangan mewah nan mahal demi sebuah gengsi, pernah makan ini atau itu?

8. Dip In the Pool (3/5*)

Usaha manusia untuk mendapatkan keuntungan dirinya sendiri memang kadang tak bisa masuk akal.

Mendapatkan keuntungan dari meja judi memang salah satu cara singkat untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu tempat dimana adu judi itu berlangsung ada di atas kapal mewah. Dan ketika semua uang telah dipertaruhkan, tapi kemenangan masih jadi pertanyaan, seseorang harus nekad melakukan sesuatu...

9. William and Mary (5/5*)

Diantara sekian cerita pendek, yang satu ini benar-benar membuat saya bergidik.

William dan Mary adalah pasangan yang setia satu sama lain hingga maut merenggut William dari sisi Mary. Kehidupan baru bagi Mary akan dimulai ketika ia menerima sepucuk surat dari pengacara suaminya yang berisi berlembar-lembar surat dari suaminya untuknya.

Seorang ahli bedah, rekan suaminya, berencana mengawetkan otak suaminya, dan sebagian wajahnya, dan sebelah matanya. Dengan dipompa jantung buatan, dan dihubungkan dengan seutas yang diambil dari sel suaminya, otak itu bisa hidup...

10. The Way Up to Heaven (3,5/5*)

Cerita terakhir ini pada awalnya terasa manis, meski gaya humor Dahl yang khas kadang terasa kontras dengan manisnya cerita. Tapi ending-nya, saya kok gagal paham ya hehehehe...

Mrs. foster telah lama mengangankan mengunjungi anaknya yang pindah ke Prancis setelah menikah. Melihat foto-foto cucunya, ia begitu rindu bermain bersama mereka. Hari keberangkatan tiba. Ada banyak drama, dari mulai cuaca yang tidak mendukung sehingga pesawat tertunda hingga esok hari, dan kebiasaan suaminya yang termasuk 'the last minute' untuk mengantar si istri ke bandara. 

Kunjungan berjalan mulus, surat-surat dari Perancis terkirim secara rutin, hingga waktu kembali ke rumah...

*****

Dari seluruh cerita itu, saya jadi tahu betapa cerdas sekaligus jenakanya seorang Dahl menangkap apa yang terjadi di sekelilingnya, dan tentu saja daya imajinasinya yang tinggi. Dahl bisa menulis tentang peperangan dengan fokus seorang bocah, dan menjelaskan secara rinci bagaiamana proses penghidupan sebuah otak setelah si empunya mati. Di satu sisi, beliau menunjukkan kelembutannya di kisah The Sound Machine dan The Boy Who Talked with Animals, tapi berubah drastis di The African Story, Pig, Dip In The Pool. Is he that twisted or he could grab people's twisted minds and pour them all in his story?

0 Response to "Madness: Tales of Fear and Unreason by Roald Dahl"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel