Satu Hari Saja (Just One Day #1) by Gayle Forman
Ebook Scoop. 404 pages
Published by Gramedia Pustaka Utama, February 2014
Rating 3,5/5
“Travelling's not something you're good at. It's
something you do. Like breathing. You can't work too much at it, or it feels
like work. You have to surrender yourself to the chaos. To the accidents.”
|
Ada banyak hal yang melompat-lompat dalam otak saya selama
membaca novel ini. Yang pertama adalah, novel ini sekilas mirip dengan film
yang dulu pernah favorite saya, Before Sunset yang dibintangi Ethan Hawke dan
Julie Delpie, tentang dua anak manusia yang bertemu di kereta api, dan kemudian
melakukan perjalanan bersama-sama selama satu hari, atau setengah hari? (saya
lupa, saking lamanya :D ). Tapi kemudian otak saya berubah ketika kisah
mengarah pada pencarian Allyson alias Lulu terhadap Willem alias Sebastian. Kisah
perjalanannya hampir mirip dengan perjalanan wisata ke negara-negara Eropa,
lengkap dengan peta dan apartemen murah. Tapi kemudian kisah ini mengingatkan
saya pada diri sendiri yang pernah berada di posisi Allyson dalam mencari
seseorang. Yang membedakan adalah Allyson pergi menacaaro hingga ke tengah kota
Amsterdam, saya cukup menyerah saja. Hiksss…
Allyson sedang mengikuti tour di Eropa bersama rombongan
tour ditemani sahabt masa kecilnya, Melanie. Mereka hendak menonton drama As
you Like It ketika mereka kemudian bertemu dengan seseorang, Willem, yang
memberi selebaran pertunjukan drama Shakespeare, The Twelfth Night bersama
rombongan Gerilya Will, di emper gedung. Tergoda oleh tawaran ini, mereka
menyelinap pergi dari rombongan dan menikmati kisah komedi milik Shakespeare.
Ada sesuatu dalam diri willem, yang membuat Allyson tertarik
padanya. Tak disangka, mereka bertemu lagi di kereta yang sebenarnya akan
membawa mereka ke London, dan pulang. Willem menawarkan melanjutkan perjalan ke
Paris, dalm waktu satu hari. Allyson yang terbiasa mengikuti semua jadwal yang
diatur ibunya, tiba-tiba menyetujui gagasan mendadak ini.
Dan mereka pun melancong ke Paris. Berdua. Saling bercerita.
Tanpa membuka terlalu banyak tentang diri masing-masing. Bahkan Willem
memilihkan satu nama unik untuk Allyson, yaitu Lulu, dan Allyson menikmati
menjadi ‘orang lain’ dalam sehari.
Karena novel ini berjudul Just One Day, saya berpikir novel
setebal lebih dari 400 halaman ni bakal menceritakan apa yang mereka lakukan,
yang mereka obrolkan selama satu hari. Eh, ternyata saya salah :D
Satu hari berlalu. Mereka berpisah dengan cara kurang
mengenakkan dan meninggalkan luka di hati Allyson hingga beberapa bulan
kemudian. Allyson tak bisa lepas memikirkan apa yang pernah terjadi dalam
sehari itu, hingga ia memutuskan mencari Willem.
Dan saya jadi lebih menikmati kisah Allyson dalam setengah
novel terakhir :D
Bukannya saya tidak menikmati saat-saat Allyson bersama Willem.
Kesan yang saya tangkap dari Allyson adalah keinginan untuk menjadi diri yang
berbeda tapi setengah-setengah. Banyak hal-hal yang dia takutkan, yang ia
merasa kurang yakin, dll. Tapi mungkin itu juga pengaruh satu hari dalam satu
tahun berikutnya bagi dirinya, ia menjelma menjadi berbeda dalam arti
sebenarnya ketika ia memutuskan berontak dari kekangan ibunya yang tukang
ngatur, Melanie, sahabat kecilnya yang juga mulai berubah. Teman barunya di
kampus, Dee, juga memberi wana yang asik pada dirinya dan juga novel ini (eh,
saya nyaris DNF lo, tapi berkat Dee, saya jadi semangat baca lagi). Belum lagi
pertemuan dengan teman-teman seperjalannya yang asik-asik.
Well, sebenarnya saya kurang suka dengan novel genre romance
yang menye-menye yang biasanya kalo pun saya selesaikan baca, biasanya sih saya
kasih rating minimal 3. Novel ini menurut saya tidak terlalu berbau romance
sih, saya menangkap banyak dari diri Allyson yang stress dengan aturan ibunya, keinginan
dirinya untuk berubah jika itu harus membuatnya bekerja, keluar dari zona
nyamannya kalo itu yang akan mendekatkannya pada penemuan Willem, dan tentu
saja keyakinan pada diri sendiri yang jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya.
At the end, rasa kurang suka saya pada Allyson sedikit berkurang. Tapi jika
saja kekhawatirannya itu adalah nyata, jika Willem bukan Willem, seperti
dirinya yang menjelma menjadi Lulu, dan jika Willem adalah apa yang dituduhkan
Celine (eh, atau mungkin iya ya? :D ), apakah pencarian Allyson akan sia-sia? Hmmm….
Tidak juga. Segala benefit ada pada dirinya sendiri, dan juga pada keluarganya.
Dan mungkin pada Willem? Saatnya membuka buku keduanya, Just One Year? Nanti lah
dulu. Ganti suasana dulu lah :D
Ceritanya lumayan menarik, jadi pengen baca nih :D
ReplyDeleteTernyata banyak rahasia di dalamnya, tapi kalo ku jadi Allyson, aku ga akan mau diajak pergi ke negara yang ga aku tau seluk beluknya ditambah dengan orang asing, buat jaga-jaga aja sih. Zaman sekarang kan ga seindah bacaan novel dan tak seaman pelukan ibu #halah
Kira-kira hal tak mengenakan apa yang terjadi saat pertemuan terakhir mereka berdua yaa...