The Housekeeper and The Professor by Yoko Ogawa
Paperback, 274 pages
Published by Qanita, M<arch 2016
Penerjemah: Maria Masniari Lubis
Rating: 4/5
Entah karena ketertarikan saya terhadap Jejepangan yang
begitu besar, hingga saya membeli buku ini di sebuah bazaar buku, sekitar 2 tahun
lalu. Melihat judul dan sampulnya, saya sudah membayangkan bakal bertemu dengan
kisah dengan pace yang lambat, detil, dan tentu saja mengharukan, sama seperti
kisah-kisah film Jepang non romance. Dan ternyata dugaan saya benar, tapi saya
ngga membayangkan jika saya bisa menyelesaikan buku ini begini cepat.
Seorang professor matematika genius usia 60-an tahun mulai
kehilangan ingatannya setelah mengalami kecelakaan mobil. Ingatannya hanya
berlangsung selama 80 menit dan itupun ingatan yang berhenti di tahun 1975. Semua
hal-hala yang dianggap penting, ia tulis di secari kertas, dan ia lekatkan
dengan klip di jasnya. Karena kondisinya inilah, ia membutuhkan seorang asisten
rumah tangga di rumahnya. Si asisten yang datang ke rumah professor, adalah asisten
kesembilan. Para asisten sebelumnya mempunyai masalah dengan professor, hingga
mereka memilih pindah tempat bekerja. Namun si asisten kali ini, berbeda dari
sebelum-sebelumnya. Meski ia awalnya kurang memahami matematika, kedekatannya
dengan si professor, membuatnya meganggap matematika, terutama bilangan prima,
adalah bilangan yang indah. Bersama dengan anak lelakinya, asisten ini menjalin
persahabatan yang unik dengan professor genius ini.
Saya lupa apakah saya membaca synopsis di belakan buku ini
atau tidak ketika saya memutuskan membeli buku ini. Jika saja saya tahu bahwa
novel ini bakal membahas banyak sekali tentang matematika, bilangan prima
hingga hukum Fermat, Pythagoras hingga Euler, mungkin saya bakal meletakkan
buku ini kembali di meja bazaar buku. Hmmm… otak saya memang terlalu Teflon untuk
masalah satu ini. Belum lagi bahasan seputar bisbol, olahraga favorit professor
dan si anak lelaki yang dijuluki Root, karena bentuk atas kepala si anak datar,
mirip akar kwadrat :D Selain Teflon tentang
matematika, saya juga ngga kenal dengan olahraga bisbol ini. Tapi saya bahagia membeli
dan membaca buku ini. Sebuah kisah yang tenang tapi membuat saya ingin terus
membuka halaman-halamannya hingga akhir.
Si professor digambarkan sebagai orang yang sebenarnya
lembut dan memahami orang lain, meski ingatannya hanya bertahan selama 80
menit. Tapi tentu saja orang lain disini adalah orang-orang yang telah ia
terima. Meski di pagi hari setelah kedatangan si asisten, si professor selalu
menanyakan hal yang sama, “Berapa nomor sepatumu?” pada si asisten, alih-alih
mengganggu, pertanyaan ini justru memberi tanda ketika si professor sedang ada
masalah, atau perasaan sedang kurang enak, pertanyaan ini menjadi pertanda
bahwa ia telah ‘kembali’ menjadi dirinya sendiri. Kedekatannya dengan Root
sudah bisa diprediksi karena keduanya begitu cinta pada bisbol, dengan tim yang
sama meski di jaman yang berbeda. Di jaman professor, nama Enatsu begitu besar
dengan bakat dan kemenangannya, hingga si professor mengidolakannya. Sementara Root
juga mengidolakan tim Tigers, di era yang berbeda, era ketika Enatsu sudah jauh
dari bintang bisbol. Usaha ibu dan anak dalam merahasiakan perbedaan ini terasa
sedikit kocak, sekaligus menyentuh. Mereka sepakat, bahwa Enatsu si professor sudah
turun main di pertandingan sebelumnya, hingga ia tak turun di pertandingan kali
ini. Love you both 😍😍😍
Ketika membaca ini, entah mengapa, saya merasa dejavu dengan
novel Tuesdays with Morrie karya Mitch Albom. Mungkin karena tokoh utamanya
sama-sama tua dan sepertinya tinggal menunggu maut saja. Namun semangat dari para
orangtua ini sangat menyentuh. Morrie dengan pemahaman relijinya (eh, saya agak
lupa dengan bidang utama Morrie), sementara si professor masih begitu giat
menjawab quiz matematika di majalah-majalah. Caranya membicarakan tentang
matematika dan bilangan prima begitu menarik hingga saya membaca bagian ini
secara tidak sadar, tapi begitu sadar, saya tetep saja ngga paham hahaha… Hanya
orang yang begitu mencintai sesuatu yang bisa menulari orang lain untuk paling
tidak tertaik dengan bidang yang sama. Ketika membaca ini, saya sesekali
membuktikan hitungan professor tentang hitungan-hitungan menggunakan kalkulator
di hape saya. Tapi tetap saja entah bagaimana saya tidak menemukan hasil yang
sama 😂😂😂 Payah ya…
Novel ini ternyata sudah dilayarlebarkan di tahun 2006. Novel
ini dirilis tahun 2003 dan memenangkan Hon’ya Taisho Award, atau Japan Booksellers
Awards. Kabarnya, si penulis, Yoko Ogawa menulis sosok si professor berdasarkan
sosok Paul ErdÖs, seorang ahli matematika. Dalam bibliografinya, si
penulis mencantumkan biografi si ahli matematika dari buku berjudul The Man Who
Loved Only Numbers. Sayangnya, saya tidak menemukan trailer film ini. Untuk
filmnya, saya belum berusaha mencari. Coba kali lain 😊
Wah pengen baca buku ini juga.
ReplyDelete