Jurnal Jo #2: Online by Ken Terate
Ebook Gramedia Digital 240 pages
Published January 2008 by Gramedia Pustaka Utama
Rating 3/5
Benar apa yang dikatakan seorang teman di komen postingan
saya sebelumnya disini, kalo membaca teenlit begini memang benar-benar
mengembalikan mood membaca yang tadinya melempem menjadi berkobar-kobar kembali
hahaha... Sayangnya, mood baca saya entah bagaimana selalu bagus. Tsaahhh...
Cuma ya kadangkala saya kurang cocok membaca ini kemudian mencoba membaca yang
itu. Yang itu kurang sreg, mencoba lainnya lagi. Bisa jadi ini berkah sekaligus
kutukan jika kau berlangganan Gramedia Digital 😁😁😁
Melanjutkan kisah Jurnal Jo #1, Josephine Wilisgiri alias Jo
di buku dua ini masih tetap berada di kelas 7. Yang membedakan, dia sudah agak
lebih dewasa dari 6 bulan sebelumnya hahaha... 6 bulan bisa lebih dewasa ya?
Yah, paling tidak dia sudah mengenal geng-geng yang menurut dia unfaedah, dan
sahabatnya Sally alias Ally sudah kembali akrab dengannya. Cinta satu musimnya
pada ketua Klub Sastra juga mulai berkurang dengan adanya rasa sakit hati yang
masih ia simpan.
Jarak 6 bulan di buku, entah berjarak berapa lama dengan
penulisan buku ini. Kebiasaan Jo menulis review di blog Multiply nya sudah
hilang digantikan dengan hadirnya media sosial Facebook. Pada tahun 2008/2009,
saya mengalami perpindahan antara Multiply ke Facebook dan bahkan Micro
blogging, Twitter. Meski kesal dengan penutupan Multiply karena akan difokuskan
pada para penjual daring, (kesal karena akses unduh lagu-lagu keren jadi hilang
😊), saya juga akhirnya membuat akun di Facebook. Jo pun tak ketinggalan
membuat akun di Facebook lengkap dengan unggahan statusnya yang terdengar
dewasa di usianya yang baru 13 tahun. Begitupun dengan teman-temannya yang tak
kalah aktif mengunggah status mereka. Reply-nya pun juga tak kalah 4LaY bikin
sakit mata hahaha… Sayangnya, Jo tak lagi banyak memperbarui bacaannya dan
blog-nya di Multiply atau Note di Facebook. Sosial media memang benar-benar
mengubah aktifitas banyak orang ya.
Jo bisa jadi wakil generasinya, generasi teen yang lurus dengan
orangtua yang lurus-lurus juga. Karena kondisi keuangan yang tidak berlebih,
tak heran jika Jo tak memiliki telepon genggam, beda dengan teman-temannya yang
heboh dengan berbagai macam telepon genggam. Begitu juga dengan computer. Jo
cukup menggunakan computer sesuai porsinya. Kehidupan sosialnya juga
berkembang. Jo yang awalnya cuek, lambat laun ia mulai terlibat banyak kegiatan
yang menyita waktuunya hingga ia mengabaikan perasaan cowok yang diam-diam
menyukainya. Aaaawwww…. Gimana sih kamu, Jo, cowok baik, sabar dengan telinga
yang siap mendengarkan, kau abaikan begitu saja. Cowok model second lead male
di banyak drama Asia wakakakak… Tak banyak cowok macam gini mendapat perhatian
lebih dari first female lead, yang bikin penonton gemas. Tapi tak jarang pula,
second lead male memenangkan hati si perann utama cewek. Siapa tahu kan? Uhukkk….
Secara keseluruhan, saya masih cukup menikmati buku dua ini. Meski mulai
agak bosan dengan konflik Jo-Sally. Persahabatan memang macam rasa cinta
seseorang, kadang naik kadang turun hahaha… begitu pun dengan hubungan
persahabatan Jo-Sally. Satu kali mereka saling mengerti, di kali lain, hubungan
mereka panas dingin. Mencari solusi dan saling memahami bisa jadi kunci
persahabatan mereka dan juga persahabatan lainnya. Yah, paling tidak itu sebelum
ada konflik politik di medsos hahahaha…😅😅😅😅
Kalo baca terbelit usia tokohnya 13 tahun, pasti menguras kesabaran. Soalnya cara berpikir sekarang dengan karakter itu rada bertentangan. Hahahaha. Meski gitu, ini seni membaca, butuh sabar juga...
ReplyDeleteHahahaha... setujuuu... Kadang mikir kenapa sih anak usia segitu kok begitu. Ya siapa tau aku dulu juga begitu ya, malah mungkin lebih parah dibanding si Jo ini. 😂😂😂
ReplyDelete