The Traveling Cat Chronicles by Hiro Arikawa
Judul Asli: 旅猫リポート
Penerjemah: Liticia Helmi
Paperback 364 pages
Published: May 2019, by Haru Media
Rating: 4/5
Saya pinjam buku ini lebih dari sebulan lalu, dan baru
menuntaskannya semalam. Dan airmata saya membanjir tanpa daya 😭😭😭
Ditambah kemudian nonton versi filmnya, hasilnya mata bengkak, hidung mampet,
suara sengau. Duuhh… Sudah lama banget saya ngga baca buku atau nonton film
dengan after effect seperti ini. Filmnya sendiri sudah saya timbun sekian lama.
Karena teman saya ternyata memiliki buku ini, maka saya menangguhkan nonton
filmnya, demi menyelesaikan bukunya terlebih dahulu. Biasalah, menonton sambil
membandingkan versi buku dan filmnya. Ngga dosa kan? 😂
Oya, sebelumnya, spoiler film ini sudah tersebar di beberapa
akun twitter atau tempat saya mengunduh film ini. Bayangkan saja, website ini
selain menyediakan link unduh untuk filmnya juga subtile-nya, menyertakan pula
review plus gambar-gambar hingga akhir film. Apa itu bukan spoiler namanya? Tapi,
yah, what do you expect from Japanese drama, if it doesn’t end bitterly? But
still, I yearn for more of slice of life, even the bitter ones.
Satoru Miyawaki harus melakukan perjalanan demi mencarikan
tuan baru buat kucing kesayangannya, Nana. Kucing berekor bengkok ini dulunya
adalah kucing liar yang hobi nongkrong di atas kap mobil Satoru. Semula, Nana
ini jual mahal sekali. Dia hanya mau snack yang diberikan oleh Satoru tanpa mau
disentuh. Duh, dasar kucing sombong. Tapi ketika suatu kali Nana mengalami kecelakaan,
Satoru lah yang ia pikirkan, dan ternyata pikiran Nana tersambung pada Satoru
yang datang menolongnya. Sejak saat itu, Nana menjadi kucing rumahan, menjadi
kesayangan Satoru di kala bahagia dan sedih.
Perjalanan pertama menuju ke rumah Kousuke, teman masa kecil
Satoru. Flash back ke masa lalu sempat dikisahkan di buku dan filmnya tentang
betapa sayangnya (obsesi?) Satoru pada kucing. Kousuke dan Satoru menemukan
seekor kucing yang sempat diperebutkan siapa yang berhak merawat si kucing yang
diberi nama Hachi (hachi berarti 7). Satoru akhirnya bertugas merawat Hachi
hingga kecelakaan merenggut orangtuanya. Satoru yang malang harus tinggal
bersama bibinya yang sering berpindah tenpat tinggal karena tugas kantor, dan
Hachi harus dicarikan tempat tinggal baru.
Ketika Satoru datang ke rumah Kousuke, si pemilik rumah
sedang memiliki masalah dengan sang istri. Mereka berpikir bahwa kedatangan
Nana bakal mencairkan hubungan keduanya. Tapi apa daya, Nana menolak menjadi
penengah.
Perjalanan kedua dilakukan menuju rumah Yoshimine, teman
sekelas Satoru di sekolah menengah pertama. Di rumah kedua ini pun, kisah
kembali flash back ketika Satoru berada di SMP. Bersama dengan Yoshimine,
mereka yang saat itu sedang piknik, berusaha keluar rombongan demi pergi
menengok Hachi yang tinggal bersama kerabat Satoru. Berhasil? Hmmm…
Di rumah kedua ini Nana bertemu dengan anak kucing yang
sepertinya dipersiapkan pemilikinya menjadi kucing pemburu di perkebunannya.
Kesan Nana pada si kucing kecil sebenarnya hanya dipahami mereka berdua, tapi
manusia hanya memahami bahwa mereka berdua terlihat tidak akur. Wkwkwkwk…
Di perjalanan ketiga ini, Satoru berharap kedua teman masa SMA-nya
bakal bisa menerima Nana. Mereka adalah Sugi dan Chikako. Mereka berdua
mengelola rumah penginapan yang mengijinkan turis menginap bersama dengan
binatang peliharaan mereka. Selama masa sekolah, Sugi ini memiliki perasaan
cemburu yang terpendam pada Satoru. Bagaimana tidak? Kecintaan Satoru pada
binatang sempat menarik perhatian Chikako, cewek mandiri teman masa kecil Sugi.
Dan Sugi merasa jika ia tidak bertindak terlebih dahulu, menyatakan perasaannya
pada Chikako, maka ia akan kalah.
Dan begitulah. Sugi menikah dengan Chikako, memiliki rumah
penginapan dengan seekor anjing galak bernama Toramaru dan seekor kucing tua
bernama Momo. Mulut Toramaru yang lancang membuat Nana berang dan mereka saling
menyerang. Dan, Nana pun tak jadi diterima di rumah Sugi dan Chikako.
Perjalanan selanjutnya adalah perjalanan terakhir, menurut
bab. Perjalanan panjang melewati gunung Fuji, lautan dengan ferry, terpisah
dari Satoru tapi berteman dengan banyak binatang peliharaan lain di barak
penitipan hewan di kapal, sangat dinikmati Nana. Satoru, dengan berbagai dalih,
berusaha mengunjungi Nana. Ejekan dari hewan peliharaan lain tentang pemilik
yang protektif lah, terlalu sayang dan ini itu diterima Nana.
Perjalanan Nana dan Satoru memang akhirnya berakhir di rumah
bibi Satoru, Noriko. Mengetahui umur keponakan
kesayangannya yang tak lama lagi, membuat Noriko berganti pekerjaan dan
memilih menetap di satu rumah. Flashback pertemuan Satoru-Noriko dimulai
setelah kedua orangtua Satoru meninggal dunia. Noriko yang tegas dan tanpa
tedeng aling-aling terkadang merasa dirinya tidak cukup baik merawat Satoru
yang pada waktu itu masih berusia 12 tahun.
Ini pertama kalinya saya membaca novel sicklit yang diambil
dari sudut pandang kucing. Di beberapa bagian, Nana seringkali mengeluarkan
pendapatnya akan sesuatu. Sama halnya dengan film, Nana disuarakan oleh aktris
terkenal, Mitsuki Takahata. Ohya, Nana ini jantan ya, tapi mengapa pengisi
suaranya cewek, meski gaya ngomongnya sama sekali ngga ada lembut-lembutnya
hahaha… ada beberapa bagian di buku dihilangkan di film. Itu hal biasa sih.
Buku setebal 364 halaman dilayarlebarkan dengan durasi nyaris 2 jam bakal cukup
sulit. Tapi saya suka dengan karakter Nana, meski sombong di awal, tapi rasa
sayangnya pada Satoru begitu tulus. Keinginannya untuk bersama Satoru hingga
akhir yang membuat mata saya bengkak. Sama halnya dengan filmnya. Nana yang
kesal ditinggal Satoru, berakhir menyedihkan. Kalau saja waktu saya nonton
drama ini, bersama orang lain, mungkin saya ngga bakal terlalu dramatis dengan
adeganfukushi Sota, meski di beberapa bagian sedihnya.
Satoru, diperankan cukup bagus oleh Fukushi Sota, meski di
beberapa bagian akting nangisnya malah cenderung terlihat cengeng dibandingkan
rasa sedih. Beberapa emosi yang ditahan Satoru, tergambar cukup baik di wajah
Fukushi Sota. Dan sebenarnya, saya cukup kangen sama aktor ini dan merindukan
cengiran khasnya dengan gigi tidak terlalu rata hahaha…
Pesan saya, kalo mau baca buku ini, di bagian akhir, carilah
tempat sepi dimana kita bisa menikmati klimaks cerita dengan puas. Jika hanya
ingin nonton filmnya, sediakan tissue atau kain selimut yang bisa digunakan
menyeka airmata dan ingus. Kalo bisa nonton sendiri saja, bisa nangis
sepuasnya, bahkan alasan sebenarnya bukan karena filmnya. Hiks….
Poster filmnya yang rilis 26 Oktober 2018
Trailer filmnya. Si Nana kawaaaiii deshooo...
0 Response to "The Traveling Cat Chronicles by Hiro Arikawa"
Post a Comment