-->

Memory of Glass by Akiyoshi Rikako


Paperback 360 pages

Published by Penerbit Haru Desember 2019

Rating 5/5

Entah mengapa, ketika membaca novel ini, saya memiliki banyak ingatan yang terbayang sekilas-sekilas ketika ibu saya masih hidup. Selain itu, saya juga tiba-tiba merasa ketakutan akan masa depan saya. Tidak hanya sekali atau dua kali saya menonton film tentang dementia atau Alzheimer, tetapi baru kali ini saya membaca novel tentang seseorang yang mengidap dementia dan diambil dari sudut pandangnya.

Menyedihkan sekali rasanya.

Mayuko Kashihara, tertuduh utama pembunuhan terhadap Gouda 20 tahun lalu, dikabarkan setelah membunuh, ia melaporkan dirinya sendiri ke polisi. Untuk seseorang yang memiliki ingatan pendek dalam hitungan menit, hal ini sangat mungkin terjadi.

Selama 20 tahun Mayuko hanya memiliki ingatan sebelum ia mengalami trauma ketika terjadi pembunuhan missal yang merenggut kedua orangtuanya. Setelah itu, kehidupan Mayuko hanya sebatas ingatan ketika ia berusia sebelum 19 tahun. Ketika ia berada di pusat detensi, tak jarang ia hanya mengingat bahwa dirinya masih duduk di bangku sekolah atau di bangku kuliah. Catatan berupa email yang ia kirim pada dirinya sendiri, setiap kali membuatnya kembali merasa shock ketika menyadari kedua orangtuanya telah tiada.

Mayuko cukup beruntung dengan kehadiran Mitsuharu Kashihara, sang suami, yang setia mendampinginya selama 19 tahun. Selama pemeriksaan, ia juga snagat membantu para detektif dengan menyediakan segala keterangan yang dibutuhkan serta alibi yang cukup kuat. Namun, benarkah Mayuko membunuh Gouda, untuk melampiaskan dendamnya akan kematian kedua orangtuanya? 

Mengapa saya sempat ketakutan di awal review ini? Saya sempat melihat ibu saya melupakan hal-hal kecil ketika beliau sakit. Mungkin karena penyakitnya hingga beliau tak lagi mengingat hari, tanggal bahkan jam. Padahal selama hidupnya,  ibu saya seperti memory berjalan yang mengingat hal-hal yang saya rasa tak perlu diingat. Seperti kapan saya membelikannya pakaian baru, si anu saudara anu masih bersaudara dengan si inu, dan begitu seterusnya. Saya sering mengatakan bahwa memory ibu saya itu seperti Pentium 4 jaman computer dengan teknologi tertinggi adalah Pentium 4. Namun, menjelang akhir hidupnya, ibu saya sering meracau. Sekilas, saya, secara jujur, pernah berpikiran seperti detektif Yuka rasakan, bahwa kehadiran seseorang yang mengidap penyakit dementia itu merepotkan, dan sebaiknya menghilang saja. Astaghfirullah!

Dementia, menurut situs halodoc, memang lebih banyak menyerang kaum perempuan. Factor genetic memang memengaruhi seseorang mengidap dementia. Selain itu, masa menopause pada perempuan juga memperbanyak resiko wanita mengidap dementia dibandingkan kaum pria. Hal ini diakibatkan oleh zat estrogen dalam tubuh perempuan menjelang masa menopause dan setelahnya akan menurun, sementara pada pria cenderung stabil. Estrogen ini adalah hormon yang melindungi dinding pembuluh darah. Ketika kadarnya menurun, maka daya perlindungan dinding pembuluh darah di otak pun ikut menurun.

Buku ini mengambil dua sudut pandang yang berganti di tiap bab. Satu sudut pandang diambil dari detektif Yuka, yang memiliki ibu dengan keluhan yang hampir mirip dengan Mayuko. Dan sudut pandnag kedua diambil dari Mayuko sendiri. Saya kagum bagaimana si penulis begitu memahami seseorang dengan ingatan sependek itu yang terkadang membuat saya yang membacanya menjadi linglung sendiri. Apakah memang separah itu? Betapa bersabarnya suami Mayuko yang telah mendampinginya selama 20 tahun. Namun, apakah ia setulus itu?

Seperti biasa, ciri khas buku karya Akiyoshi Rikako sensei selalu memberi pandangan baru tentang sesuatu hal yang sebelumnya adalah hal yang sangat awam buat saya. Mengangkat tema tentang penyakit dementia, baik karena usia atau karena trauma, semuanya berujung kepada keluarga/ kerabat di sekelilingnya. Yuka yang sibuk, merasa bersalah tak bisa merawat ibunya, merasa bahwa ini adalah tanggungjawab bersama saudara-saudaranya, namun nyatanya semuanya tertimbun di bahunya. Perasaan bersalah ditambah dengan ketulusan hati Mitsuharu, suami Mayuko dalam merawat istri tercinta, meski kehadirannya tak pernah membekas di dalam ingatan istrinya, cukup menampar detektif senior ini. Perasaan lelah dan putus asa orang-orang di sekitarnya sangat dirasakan bagi mereka yang merawatnya. Tak jarang keinginan untuk mengakhiri beban sering kali terbersit di dalam pikiran. Bisa dikatakan, saya dan saudara-saudara saya beruntung dengan kekompakan yang kami miliki sepanjang ibu saya sakit. Jika dibandingkan detektif Yuka dan Mitsuharu, beban saya tidak seberat mereka.

Akhir kata, buku ini sukses mengaduk-aduk perasaan saya sekaligus menambah wawasan baru tentang penyakit dementia. Recommended!


2 Responses to "Memory of Glass by Akiyoshi Rikako"

  1. Aku belum pernah baca karangan Akiyoshi Rikako. Sepertinya menarik membaca cerita misteri dan thriller dari sudut pandang dan latar belakang negara Jepang. Ada rekomendasi kak, judul mana yang cocok dibaca duluan? :)

    ReplyDelete
  2. Halo, Rizky

    Bisa dimuali dari Girls in The Dark, disusul The Dead Returns. Kalo 2 itu bisa menikmati, dijamin ketagihan nyari buku Akiyoshi Rikako sensei selanjutnya. Semua dengan plot twist yang bikin geregetan!

    Terima kasih sudah mampir

    ReplyDelete

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel