-->

Guru Aini by Andrea Hirata



Paperback 336 pages

Published February 2020 by Bentang Pustaka

Rating 4/5

Kembali membaca novel Andrea Hirata ini rasanya seperti kembali ke cinta lama yang sempat terlupakan. Kembali hangat dan berdebat ketika jalan berdua kembali. Mengenang perjalanan yang pernah dilalui bersama sekaligus jalan-jalan baru yang belum pernah dijelajahi. Hmmm, saya pernah ogah membaca karyanya lagi ketika si penulis terlihat angkuh di media. Belum lagi review-Review yang mengatakan betapa sombongnya ia dengan meletakkan buku-buku karyanya di novel terbarunya lengkap dengan edisi terjemahan ke bahasa lain. Penulis lain di novel terbarunya cukup mencantumkan sedikit tentang diri mereka, beberapa karyanya, dan buku-buku lain dari penulis lain dari penerbit yang sama. Sepertinya Andrea Hirata memang memiliki kelas berbeda 😅

Baiklah, kembali ke cinta lama bersemi kembali. Meski saya ikut kesal dengan gosip yang beredar, tetap saja saya merindukan gaya tulisannya yang sedikit lebay lengkap dengan bahasa Melayu, dan diksi dan analogi yang ajaib. Dan memang inilah yang selalu saya cari dari penulis satu ini.

Berjudul Guru Aini, saya pikir tokoh utama dari Novel ini adalah Aini, seorang guru luar biasa memberi inspirasi pada anak didiknya. Namun ternyata saya salah. Tokoh utama disini adalah Guru Desi Istiqomah, seorang guru matematika idealis, eksentrik, ajaib nan cantik. Cukup umum ketika seorang murid yang mengidamkan menjadi guru karena kekagumannya pada sosok guru. Demikian juga dengan Guru Desi yang mengidolakan Guru Marlis, guru matematikanya. Sedikit berbeda dengan guru idolanya, Guru Desi memilih menjadi guru di pelosok Tanjung Hampar, satu daerah antah berantah yang saya ngga tau apakah daerah benar-benar ada. (malas cek Google maps) 😁. Di Tanjung Hampar inilah kisah Guru Aini bermula.

Matematika, berapa orang yang saya kenal yang jenius matematika? Rasanya saya belum pernah ketemu, dari SD hingga setua ini. Kalo mengenal sosok Jerome Polin bisa dianggap kenal, mungkin baru dia satu-satunya jenius matematika yang saya tahu. Buat saya sendiri, matematika bukan momok utama, tapi tetap saja nilai saya sedikit di atas rata-rata. Kondisi mata minus sering membuat saya loading ketika guru menerangkan di kelas. Jalan satu-satunya saya meminta seorang teman saya peraih rangking 3 besar di kelas untuk mengulang penjelasan ketika jam istirahat. Hmmm... Saya cukup punya motivasi kan ya untuk matematika ini? Hehehe... Bedanya dengan Aini, saya ngga punya cita-cita menjadi dokter. Saya cukup puas dengan kemampuan berbahasa saja, meski itu hanya sedikit di atas rata-rata kelas dan sekolah, waktu itu 😅

Guru Desi berangkat ke tujuannya di Tanjung Hampar dengan satu tujuan, menemukan jenius matematika seperti dirinya. Pantang ia berganti sepatu pemberian ayahnya sebelum ia menemukan jenius matematika.

Selama saya menjadi guru di lembaga bahasa Inggris di Semarang, saya sempat menemukan jenius bahasa Inggris. Ia adalah anak SMA Negeri dimana berkumpulnya anak-anak jenius. Ia bisa menjelaskan dengan begitu santai pada teman-temannya tentang part of speech, grammar dan masalah umum yang biasa ditemukan mereka yang belajar bahasa. Bagaimana dengan Guru Desi di pelosok Tanjung Hampar? Menemukan jenius matematika di tanah antah berantah seperti mencari jarum di tengah jerami. Ketika akhirnya ia menemukan satu, ternyata ia tak cinta matematika. Maka bertemunya Guru Desi dengan Aini, si gadis gagal matematika namun bertekad menjadi seorang dokter, ibarat panci bertemu tutupnya. Matematika adalah sumber segala ilmu pasti dimana hampir semua profesi yang berhubungan dengan ilmu pasti, seseorang harus menaklukkan matematika.

Dan dimulailah perjalanan Guru Desi bersama murid Aini beriringan menaklukkan matematika demi masa depan si pemimpi cita-cita dokter. Dari seseorang yang tergopoh-gopoh dalam ilmu menjelma seseorang yang hays ilmu, melahap semua rumus matematika, membaca segala jenis buku, hingga lahirlah jenius ilmu baru. Itu adalah berkat Guru Aini, yaitu Guru Desi.

Seperti buku-buku Andrea Hirata lainnya, buku ini juga menjual inspirasi bagi pembaca yang merasa jauh dalam meraih mimpi, namun dengan kerja keras pantang mundur, pantang patah arang mendengar makian, babak belur dalam meraih mimpi tertingginya. (eh, saya kok tiba-tiba ingat Tanjiro di Demon Slayer ya, maklum lagi marathon nonton animenya wkwkwkwk). Apapun bisa diraih kecuali kepentok😁😁😁

Buku ini kabarnya adalah prekuel dari Orang-orang Biasa. Sebenarnya saya telah lebih dulu membeli buku itu, namun karena saya pernah termakan review kurang enak, jadi mundur-mundur bacanya. Tapi ending Guru Aini cukup bikin penasaran hingga mungkin saya bakal melanjutkan ke sekuelnya. Peduli amat dengan review orang lain. Andrea Hirata memang punya yang disombongkan, meski tidak seharusnya ia sombong sih, karena diatas dirinya ada yang memiliki prestasi melebihi dirinya. Dahlah... Lanjuuutt... 

0 Response to "Guru Aini by Andrea Hirata "

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel