-->

Little Red Riding Hood by Ruwi Meita

 

Paperback 112 pages

Illustrator: Pola

Published September 20, 2018 by Penerbit Haru

Rating 3,5/5

Entah berapa versi dari dongeng terkenal dari Perancis ini yang pernah saya baca/ dengar. Sebelumnya, saya sempat membahas dengan keponakan dan murid saya. Tetapi tentu saja dengan versi Grimm yang umum. Kebetulan saya juga punya versi lain gubahan dari Roald Dahl di buku kumpulan dongeng yang ia belokkan berjudul Revolting Rhyme. Dan versi terakhir yang saya baca ini gubahan dari Ruwi Meita, penulis dark novels yang karyanya sudah sering saya nikmati. So, how dark is it? Siap-siap dengan spoiler ya.

Little Red riding Hood diberi nama Rosso oleh si penulis, sementara si serigala yang jahat diberi nama Lupo Mannaro. Karakter lainnya hampir sama, seperti ibu dari Little Red Riding Hood, si pemburu dan sang nenek.

Rosso adalah gadis ceria yang berani dan sedikit nakal dengan banyak melawan mitos-mitos yang beredar di desanya. Satu hari, ia bermain di pinggir hutan bersama teman-temannya. Hutan ini adalah wilayah Lupo Mannaro, yang menurut perjanjian dari leluhur sebelum Rosso, anak manusia dilarang masuk ke hutan, kecuali melewati jalan setapak yang sudah ditentukan. Jika ada yang nekad, maka si pemilik hutan berhak memangsa.

Dengan sesumbar Rosso mengatakan bahwa ia berani memasuki hutan tanpa melewati jalan setapak. Teman-temannya yang melarangnya, ia tertawakan begitu saja. Selamat kah Rosso? Tentu saja. Tapi pengalaman pertama justru membuat rasa penasarannya semakin meningkat. Dimana itu pemilik wilayah hutan yang ditakuti orang-orang di desanya?

Kesempatan kedua Rosso masusk ke hutan tiba ketika sang ibu memintanya untuk menengok neneknya yang tinggal di desa atas. Desa ini harus melewati hutan, yang berarti ia seharusnya melewati jalan setapak yang sudah disepakati. Bukan Rosso namanya jika ia menurut dengan ketentuan yang ada. Lagi pula, saat itu adalah bulan purnama, saatnya bunga-bunga terompet yang luar biasa indah akan mekar di hutan. Neneknya pernah bercerita, pemandangan bunga terompet di bawah sinar bulan purnama adalah pemandangan terindah di sepanjang hidupnya.



Berangkatlah Rosso dengan tudung merahnya ke rumah nenek, dengan melewati hutan. Ia tidak sadar, sebelumnya serigala yang buas, yang pendahulunya telah memangsa ayahnya, telah mengintai dirinya sejak kunjungan main-main bersama teman-temannya.

Bau darah segar yang ranum terhirup oleh Lupo Mannaro. Tubuhnya gemetar membayangkan lezatnya daging empuk dan darah murni seorang gadis seperti Rosso. Maka dimulailah percakapan antara Lupo si serigala dengan Rosso, si gadis bertudung merah seperti yang selama ini pernah saya baca. Setelah berbincang sekilas, Lupo bergegas ke rumah nenek untuk.......melahap sang nenek. Dan memalsukan dirinya sebagai nenek ketika Rosso tiba nanti.

Ketika akhirnya Roso tiba di rumah nenek, saya sudah deg-degan. Apakah ia bisa mengenali sosok tinggi besar serigala yang menyamar sebagai neneknya? Sebab masak iya sih Rosso bisa tertipu? Tapi si penulis memilih menggunakan template yang sama dengan aslinya. Rosso masuk ke rumah nenek, membuka oleh-oleh dari ibunya, dan memasak untuk neneknya yang konon, sakit. Terus dimana bedanya antara versi ini dengan aslinya? Bukan Ruwi Meita jika tidak menyisipkan adegan horor nan sadis dalam karyanya (eh, teman saya sudah mewanti-wanti novel ini tidak saya pinjamkan ke keponakan saya yang masih SD, karena unsur gore-nya!).

Sesaat sebelum penyiksaan mulai....

Rosso masuk ke perangkap Lupo Mannaro yang sudah kelaparan, tapi masih sangat semangat untuk menyiksa korbannya sedikit demi sedikit. Cara menyiksa, silakan bayangkan sendiri ya, kengerian yang ada di Misteri Patung Garam rasanya kembali tergambar, dengan korban seorang anak disini.

Dengan bekal kenekadan dan kecerdikan yang tersisa, Rosso berusaha melarikan diri. Peran sang pemburu datang sedikit telat meski tetap disyukuri (seperti kisah polisi di cerita-cerita superhero, yang selalu datang telat tapi tetap membantu sih hihihi). 

Masa akhir hayat Lupo Manarro sudah dekat....

Yang selama ini tidak pernah dibahas adalah bagaimana perasaan Little Red Riding yang selamat dari si serigala? Dalam kisah Grimm, Little Red Riding Hood pulang bersama sang pemburu dan membuat hidangan dari daging serigala. Tapi apakah dia masih bisa menelan daging binatang yang telah menyiksanya berhari-hari? Karena dendam? Bisa jadi. Tapi bagaimana dengan psikologis Rosso yang ceria dan berani menantang maut? 

Novel ini dipercantik sekaligus diperseram dengan ilustrasi yang gelap. Sosok Rosso yang cantik dan lincah, serigala yang seram dan licik, keindahan bunga terompet di bawah rembulan, kengerian di rumah sang nenek. Semua dilustrasikan dengan sempurna. Jika ini adalah gambar bergerak, maka melihat ilustrasinya saja sudah menimbulkan rasa ngeri.

Seperti yang tulis di awal, saya juga membaca versi ‘belok’ Little Red Riding Hood gubahan Roald Dahl. Dark, itu yang saya tangkap, meski disamarkan dengan rhyme yang menakjubkan dan sangat menghibur. Tapi endingnya sungguh membuat saya sebagai pembaca dewasa merasa maklum bahwa buku kumpulan dongeng belok ini tidak akan pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Untuk yang penasaran, silakan zoom dari screenshot saya berikut ya. :D



Bagaimana? Which is darker? :D


Buat yang males zoom, saya sertakan video audiobook dari YouTube untuk versi Revolting rhyme Roald Dahl  


0 Response to "Little Red Riding Hood by Ruwi Meita"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel