Juru Tato dari Auschwitz by Heather Morris
Judul asli: the Tattooist of Auschwitz
Penerjemah: Lulu Wijaya
Published august 3, 2020 by Gramedia Pustaka Utama
Rating: 3,5/5
Begitu tahu bahwa novel ini bercerita tentang pengalaman seseorang di kamp konsentrasi Nazi, secara otomatis buku ini menjadi wishlist saya. Maklum, saya seperti mempunyai ketertarikan yang begitu kuat tentang segala sesuatu seputar tragedi holocaust. Sudah lumayan banyak novel yang saya baca seperti tragedi yang terjadi di perang dunia II ini. Nanti saya coba bikin tag sendiri deh khusus untuk buku-buku berbau Hitler ini.
Meski awalnya sangat antusias membaca novel ini, tapi perlahan mulai agak menurun ketika melihat rating di Goodreads. Padahal sebelumnya saya sempat membaca lewat aplikasi Gramedia digital, dan karena kurang nyaman, saya pun membeli buku fisiknya. Seperti yang saya tulis di review sebelumnya, saya membaca buku ini terlebih dulu dibandingkan Rahasia Salinem, tapi ternyata sejarah tentang sosok Salinem lebih dulu saya selesaikan. Lihat review disini ya.
Buku ini dikisahkan berdasarkan pengalaman seorang juru tattoo bernama Lale. Si penulis, mendapatkan cerita dari pengalaman pribadi si pembuat tattoo, yang sedikit banyak dituangkan dalam kisah di buku ini.
Lale, sebelum dijebloskan di kamp konsentrasi Auschwitz, adalah pemuda flamboyan yang menyukai keindahan. Tahun 1942 dia digiring masuk ke penjara Auschwitz bersama ratusan atau ribuan tahanan lainnya. Nasib baik karena ia mampu menguasai beberapa bahasa, membawanya menjalani pekerjaan sebagai juru tattoo di kamp penjara tersebut. Apa pekerjaannya? Sebagai juru tattoo, ia harus menato angka-angka pada para tahanan yang datang ke tempat tersebut. Ngga peduli muda, tua, laki-laki perempuan, semua harus diberi tanda berupa tattoo.
Para pendatang dari penjuru entah mana, harus diberi angka, dan bekerja dibawah pengawasan para serdadu Jerman. Mereka yang lemah tak berguna, segera berakhir di ujung senapan. Mereka yang tak bisa melewati musim dingin, harus mati kedinginan. Mereka yang tak bisa bertahan karena lapar, mati karena kelaparan. Dan mereka yang tidak beruntung, harus masuk krematorium untuk digodog bersama-sama.
Di tengah kecamuk perang di luar, dan sadisnya penjara Auschwitz, Lale menemukan secercah cahaya harapan, bernama Gita. Mereka saling berjanji untuk terus kuat, bertahan, dan keluar bersama-sama. Karena ini cerita pengalaman Lale, tentu saja saya tahu bahwa Lale akan selamat dari penjara kelam tersebut. Namun, tak ayal, cerita-cerita para penghuni kamp lainnya cukup mencekam dan membuat hati pedih. Mereka yang datang ke penjara tanpa kesalahan yang jelas, dan bahkan mereka bukan Yahudi, target utama dari operasi holocaust ini, tetap mengalami nasib yang sama.
Meski diceritakan dengan cukup runtut dan deskripsi yang lumayan, tapi entah kenapa saya membaca buku ini dengan agak setengah hati. Apalagi ketika Lale mulai dimabuk asmara dengan Gita, adegan mereka bercinta ini sungguh membuat saya hilang mood. Di saat yang lain mati dengan penderitaan mereka, Lale dan Gita bisa mengecap madu asmara mereka. Kayaknya kok ngga adil saja sih. Sejauh saya membaca novel berlatar belakang holocaust, baru ini yang membuat saya sedikit terganggu. Yah, oke lah, ada sedikit bumbu manis di luar kesadisan tentara SS ini, tapi yah, sudah lah. Kayak film Amerika yang kalo ngga ada adegan ho-oh kurang mantap hahaha...
Over all, lumayan sih bacaan saya bulan ini, sekedar mengurangi timbunan hahaha... Saya ingin segera membuka sampul buku saya yang lain, dengan tema yang sama, berjudul The Fountain of silence-nya Ruta Sepetys. Tapi karena tebal, kayaknya nanti dulu deh. Selingan manga dulu :D
0 Response to "Juru Tato dari Auschwitz by Heather Morris"
Post a Comment